Indonesia bersiap menyambut era kendaraan elektrifikasi. Mulai dari motor listrik hingga mobil bertenaga listrik sudah dijual di Indonesia. Namun, ke depannya mobil listrik akan diproduksi di dalam negeri.
Plt. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Ditjen ILMATE Kementerian Perindustrian, Restu Yuni Widayati mengatakan, industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dapat dimulai dari industri sepeda motor listrik.
Ada berbagai alasan mengapa industri motor listrik menjadi langkah tepat saat memasuki era kendaraan listrik. Hal ini didukung oleh nilai investasi awal yang relatif rendah dengan tenaga kerja yang minimal, serta pangsa pasar produk sepeda motor listrik di Indonesia relatif cukup besar karena produk sepeda motor listrik mampu bersaing dengan produk sepeda motor konvensional dari sisi "total cost of ownership".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, terdapat 15 industri perakitan sepeda motor listrik yang telah mendapatkan Nomor Identifikasi Kendaraan (NIK) dari Kemenperin sebagai salah satu syarat suatu perusahaan dapat memproduksi kendaraan bermotor. Kini, kapasitas produksi sepeda motor listrik mencapai 877 ribu unit per tahun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 1.429 orang.
"Sedikit berbeda dengan industri roda empat atau lebih yang membutuhkan investasi awal yang cukup besar dan tenaga kerja yang cukup banyak sehingga sampai saat ini hanya PT Mobil Anak Bangsa (MAB) yang telah memiliki fasilitas produksi bus listrik di Indonesia dengan kapasitas produksi 100 unit per bulan atau 1.200 unit per tahun," ungkapnya.
Restu menambahkan, pengembangan kendaraan listrik di Indonesia selain bertujuan untuk mendukung pencapaian target pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030, juga akan mampu menarik investasi di sektor industri komponen dan lainnya.
Sementara itu, daur ulang limbah baterai kendaraan listrik juga harus dipikirkan. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi,dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier, menyatakan usia baterai listrik bisa mencapai 10-15 tahun. Artinya, sepuluh tahun ke depan perlu dipersiapkan fasilitas recycling (daur ulang) untuk memperoleh nilai tambah baru baik berupa material di dalamnya seperti lithium, nikel, cobalt, mangan dan copper.
Selain itu, menurut Taufiek, penguasaan teknologi recycling perlu dipikirkan dari sekarang seperti hydrometalurgi dan juga penggunaan teknologi AI dan robotik termasuk skill baru dalam pemrosesan baterai listrik.
Baterai listrik terdiri dari cell, modul dan pack yang masing masing diikat kuat oleh perekat yang membutuhkan keahlian khusus mengingat prasarat safety dan treatment baterai listrik berbeda dengan treatment baterai non-lithium. "Setiap cell atau modul, dan pack berbeda bentuk, ada yang silinder atau prismatik. Semuanya berbeda tipe di setiap mobil listrik," tuturnya.
Baca juga: Tantang PCX, Yamaha Siapkan Motor Hybrid |
Dengan demikian mengingat kompleksitas proses daur ulang baterai listrik, diperlukan penggunaan teknologi modern dalam proses tersebut. "AI dan robotik menjadi diperlukan untuk mengurangi kesalahan dalam proses daur ulang sehingga potensi kecelakaan menjadi berkurang," ujarnya.
Menurut Taufiek, proses daur ulang dapat meningkatkan pemanfaatan material, baik lithium dan mangan yang berupa carbonat dan nikel serta cobalt berupa sulfat yang dapat diperoleh dengan maksimal sehingga proses circular ekonominya mencapai titik optimal.
"Namun demikian, yang terpenting adalah mobil listrik dan baterai listrik dapat diproduksi di dalam negeri. Investasi ke arah sana tentunya dipersiapkan untuk membuka tenaga kerja dengan skill yang baru dan meningkatkan hilirisasi sumber daya alam nasional berupa nikel, cobalt, maupun mangan," tegasnya.
(rgr/lth)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?