Susah, Rossi-Hamilton Saja Tak Mungkin Dapat SIM di Indonesia
Tim detikcom - detikOto
Selasa, 21 Sep 2021 12:01 WIB
Ujian praktik SIM dinilai susah. Rossi dan Hamilton saja dianggap tidak bisa lulus ujian SIM. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Jakarta -
Membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) di Indonesia dinilai sulit. Selain karena materi tesnya, juga karena dituding masih ada praktik pungli (pungutan liar) dalam proses pembuatan SIM.
Pegiat antikorupsi Emerson Yuntho membuat surat terbuka perihal perbaikan di lingkungan Samsat dan Satpas. Menurutnya, pebalap top seperti Lewis Hamilton dan Valentino Rossi tak mungkin mendapatkan SIM di Indonesia.
Menurut Emerson, praktik pungli telah terjadi hampir merata di Samsat dan Satpas seluruh Indonesia. Dia menyebut telah mendapatkan keluhan serupa dari masyarakat. Emerson menyoroti perihal urusan pembuatan atau perpanjangan SIM di Satpas. Menurutnya, ujian teori dan ujian praktik dalam proses pembuatan SIM kerap tidak masuk akal dan transparan.
"Dengan model ujian praktik seperti ini, publik percaya Lewis Hamilton akan gagal mendapatkan SIM A dan Valentino Rossi juga tidak mungkin memperoleh SIM C di Indonesia," kata Emerson.
"Akibat sulitnya prosedur mendapatkan SIM, survei sederhana menunjukkan bahwa 3 dari 4 warga Indonesia (75 persen)--baik sengaja atau terpaksa--memperoleh SIM dengan cara yang tidak wajar (membayar lebih dari seharusnya, menyiapkan petugas, tidak mengikuti prosedur secara benar," terang Emerson.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Emerson meminta Jokowi melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap praktik pungli di Samsat dan Satpas. Dia pun mendesak Menkopolhukam dan Kapolri dilibatkan dalam pemberantasan pungli tersebut.
"Oleh karenanya kami meminta kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk membenahi Samsat dan Satpas secara extraordinary dan tidak dengan cara biasa-biasa yang telah terbukti gagal. Bapak Presiden bisa perintahkan Menko Polhukam dan Kapolri untuk bereskan masalah ini secara permanen sehingga tidak terjadi di kemudian hari," tutur Emerson.
Kasubdit SIM Korlantas Polri, Kombes Pol Djati Utomo akan menindak tegas bagi anggota yang terbukti melakukan pungli terhadap pelayanan SIM. Djati mengatakan kepolisian sudah memberikan sanksi secara tegas bagi anggota yang kedapatan melakukan pungli.
"Sanksinya sudah banyak, sidang disiplin dan mutasi demosi," kata Djati kepada detikcom.
Dalam Perkap Nomor 15 tahun 2012 tentang Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 11 dijelaskan mutasi bersifat demosi merupakan pemindahan anggota dari satu jabatan ke jabatan lain yang tingkatannya lebih rendah serta dapat juga diberhentikan dari jabatannya.
Selain itu, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo membeberkan 5 strategi kepolisian dalam upaya mencegah pungli di kantor Samsat dan Satpas SIM DKI Jakarta.
"Upaya pencegahan pungli di Satpas/Samsat yang dilakukan, pertama mengurangi interaksi antara petugas dan masyarakat yang dilayani dengan membangun sistem online berbasis IT (aplikasi SINAR untuk perpanjangan SIM, SIONDEL dan SIGNAL untuk perpanjangan STNK, ETLE untuk tilang dll," jelas Kombes Sambodo dalam keterangannya.
Upaya kedua adalah dengan meningkatkan pengawasan melalui CCTV maupun pengawasan melekat. Pihak kepolisian juga terbuka dengan menerima kotak pengaduan atau loket pengaduan masyarakat.
"Menuliskan berbagai tulisan layanan 'tidak dipungut biaya' (pada loket pelayanan)," ucapnya.
[Lanjut halaman berikut: Perbedaan Ujian Praktik SIM C di Indonesia dengan Negara Tetangga]
Di Indonesia saat ini ujian SIM C bisa berlaku untuk semua sepeda motor. Selama ini tertuang dalam Perkapolri Nomor 9 tahun 2012 tentang SIM yang kemudian diperbarui Peraturan Kepolisian No.5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.
Dalam aturan yang selama ini digunakan sebagai penilaian, ada beberapa rintangan yang harus dilalui pemohon SIM.
Pertama, ada uji pengereman dan keseimbangan. Pemohon langsung menjalankan sepeda motor dengan kecepatan stabil 30 km/jam di trek lurus. Jarak dari start sampai finish adalah 9 buah patok. Kemudian berhenti pada titik yang ditentukan dengan teknik pengereman kombinasi yang lebih dominan rem tangan bersamaan dengan rem belakang. Kaki kiri turun dan palingkan kepala ke kanan belakang konfirmasi keselamatan.
Kedua, pemotor melakukan zig-zag atau slalom, dengan kecepatan 10 km/jam. Jari-jari tangan tidak menekan tangkai kopling atau pengereman sebelum titik berhenti yang ditentukan.
Setelah itu, pemotor menjalankan sepeda motor di dalam lingkaran 3 kali membentuk angka delapan. Tidak berhenti dan kaki tidak menginjak lapangan, serta jari-jari tangan tidak menarik kopling atau rem.
Selanjutnya uji reaksi rem menghindar. Pemotor berjalan lurus dan melakukan pengereman pada garis kuning atau patok. Lepas rem pada patok atau garis hijau, lalu membelok sesuai petunjuk dari petugas, serta berhenti pada garis stop dengan teknik pengereman kombinasi untuk rem belakang mengimbangi dan untuk rem depan dominan, kaki kiri turun dan palingkan kepala ke kanan belakang.
Selain itu, pemohon juga menjalani tes berupa uji berbalik arah membentuk huruf U (Turn). Tanpa menginjakkan kaki ke lapangan dan pandangan tertuju ke arah yang akan dituju.
Peserta akan lulus jika tidak menyentuh dan menjatuhkan patok pada setiap materi yang diuji, selain itu memperhatikan posisi kaki dan pengereman pada materi ujian yang dilarang.
Lalu bagaimana dengan di negara lain. Simak video di bawah ini untuk melihat ujian praktik pembuatan SIM motor di Malaysia dan Jepang.
[Halaman Berikutnya: SIM Nembak, Kualitas Pengendara Indonesia Begitu-begitu saja]
Praktisi keselamatan berkendara sekaligus founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, jika memang benar masih ada praktik pungli dalam memperoleh SIM, maka perlu ditindaklanjuti. Sebab, ini menyangkut kualitas pengendara dan keselamatan di jalan raya.
"Kalau memang itu faktanya (masih ada pungli dalam penerbitan SIM), kita tahu itu akan memberikan pengaruh dari kualitas keselamatan berlalu lintas di jalan raya. Sehingga kalau itu tidak dilakukan dengan benar, maka kontribusi-kontribusi atau angka kecelakaan akan cukup besar dari orang-orang yang tidak kompeten," kata Jusri kepada detikcom.
Menurutnya, kalau memang benar masih ada praktik pungli dalam penerbitan SIM, mungkin itu adalah akar masalah dari perilaku tidak aman pengendara di Indonesia. Sebab, masih banyak ditemukan pengendara yang tidak tertib mulai dari tidak menggunakan sabuk pengaman untuk mobil, pemotor tidak menggunakan helm, merokok, melanggar rambu-rambu, hingga melawan arus.
Jusri melanjutkan, proses penerbitan SIM adalah hulu dari ketertiban dan keselamatan berlalu lintas. Proses pengambilan SIM ini berhubungan dengan angka kecelakaan lalu lintas.
"Kualitas dari proses pengambilan SIM dan proses pelaksanaan untuk mendapatkan SIM tadi akan menentukan sekali terhadap kualitas keselamatan berlalu lintas, termasuk ketertiban. Karena seorang yang mendapatkan SIM dengan benar, artinya semuanya dilakukan secara benar, maka itu akan memberikan kualitas perilaku mereka di jalan. Ini merupakan hulu dari ketertiban berlalu lintas di Indonesia," ucap Jusri.
"Tapi kalau dari awalnya hal yang menyangkut keselamatan ini prosesnya diabaikan, ya saya rasa kita akan bicara dengan ketidaktertiban berlalu lintas," sambungnya.
"Kalau (pungli dalam proses penerbitan SIM) itu fakta, ini adalah suatu permasalahan bangsa. Kenapa, kita lihat kerugian ekonomi akibat kecelakaan lalu lintas. Jadi sudah wajar ini merupakan suatu hal yang harus disikapi secara serius oleh pemerintah," tegas Jusri.
Ujian SIM Harusnya Lebih Sulit Lagi
Ujian praktik SIM di Indonesia hanya dilakukan di lingkungan tertutup. Untuk mobil, pengendara harus melalui berbagai rintangan seperti parkir, menanjak dan sebagainya. Sementara untuk sepeda motor, pengendara diuji kemampuannya dengan melakukan manuver-manuver seperti zig-zag hingga membentuk angka 8.
Jusri mengatakan, ujian praktik SIM di Indonesia hanya sebatas pengetesan keterampilan dasar mengemudi. Hal itu jauh berbeda dengan ujian SIM di negara-negara maju yang mensyaratkan pengemudi ikut ujian langsung di jalan raya.
"Saya pernah ambil SIM juga di Amerika, dan saya mempelajari proses-proses pengambilan SIM di luar negeri. Yang diuji tidak semata kepada technical skill. Technicall skill adalah berbelok, ngerem, menikung di bundaran sempit, angka 8, berhenti dengan benar, keseimbangan, parkir mundur, parkir paralel yang hanya dilakukan di lapangan tertutup," ujar Jusri kepada detikcom.
Padahal, simulasi bahaya pada ujian SIM semacam itu bersifat statis atau diam. Jusri menilai, sudah saatnya Indonesia menerapkan ujian SIM langsung turun ke jalan raya untuk menentukan layak atau tidaknya pengemudi mendapatkan SIM. Sebab, jalan raya adalah 'medan perang' sesungguhnya.
"Di luar negeri ada beberapa proses, setelah tes praktik di area tertutup, lulus, baru dia boleh mengikuti uji praktik di jalan raya. (Ujian SIM di jalan raya) Objek bahayanya lebih dinamis, bergerak. Jadi ada kemampuan kognitif kita, juga ada kemampuan berbagi kita, tertib, emosional dilihat. Karena kita berinteraksi dengan segala traffic, sampai traffic padat. Semua aspek berlalu lintas akan ada di sini. Pihak asesor bisa melihat kemampuan emosi dia, kestabilan dia, bagaimana dia berinteraksi. Karena intimidasi di jalan itu ada, lebih sulit. Sayangnya ini tidak kita lakukan," beber Jusri.
Dengan menerapkan sistem pengujian SIM yang benar, maka kualitas pengendara di Indonesia bisa terbukti kemampuannya. Dengan begitu, angka kecelakaan lalu lintas bisa ditekan.
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?