SIM C Dibagi 3 Jenis Berdasarkan CC Motor, Ini 7 Hal yang Harus Kamu Tahu

Round-Up

SIM C Dibagi 3 Jenis Berdasarkan CC Motor, Ini 7 Hal yang Harus Kamu Tahu

Tim detikcom - detikOto
Rabu, 02 Jun 2021 08:59 WIB
Ilustrasi SIM A dan C
SIM C dibagi menjadiFoto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Penggolongan Surat Izin Mengemudi (SIM) C sesuai kapasitas mesin motor sudah ada peraturannya. Namun, saat ini penggolongan SIM C sesuai kapasitas mesin masih tahap sosialisasi sambil menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan.

Ketentuan baru itu tertuang dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan SIM yang diundangkan pada 19 Februari 2021. Beleid tersebut mencabut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.

"Sudah (berlaku, red). Perpol tersebut berlaku sejak diundangkan Februari 2021. Tapi memang ada masa sosialisasi untuk peraturan baru," kata Kasi Standar Pengemudi Ditregident Korlantas Polri AKBP Arief Budiman saat dihubungi detikOto, Minggu (30/5/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut fakta-fakta SIM C yang dibagi tiga sesuai kapasitas mesin motor:

1. Penggolongan SIM C, SIM CI dan SIM CII

Dalam aturan tersebut terdapat penambahan golongan SIM untuk pesepada motor dan penyandang disabilitas.

ADVERTISEMENT

Untuk pesepeda motor, yakni C, CI, dan CII itu dibedakan dalam kapasitas isi silinder. Seperti tertuang dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan SIM pasal 3 ayat 2 berikut penggolongan SIM C sesuai kapasitas motor:

- SIM C, berlaku untuk mengemudikan Ranmor jenis Sepeda Motor dengan kapasitas silinder mesin sampai dengan 250 cc (dua ratus lima puluh centimeter cubic);
- SIM CI, berlaku untuk mengemudikan Ranmor jenis Sepeda Motor dengan kapasitas silinder mesin di atas 250 cc (dua ratus lima puluh centimeter cubic) sampai dengan 500 cc (lima ratus centimeter cubic) atau Ranmor sejenis yang menggunakan daya listrik;
- SIM CII, berlaku untuk mengemudikan Ranmor jenis Sepeda Motor dengan kapasitas silinder mesin di atas 500 cc (lima ratus centimeter cubic) atau Ranmor sejenis yang menggunakan daya listrik.

2. Masih Tahap Sosialisasi

AKBP Arief Budiman mengatakan, mengatakan masa sosialisasi bakal berlangsung minimal 6 bulan sejak aturan berlaku. Di sisi lain, beleid tersebut masih beriringan dengan kelengkapan sarana dan prasarana (sarpras).

"Sekaligus (masa sosialisasi) kita melengkapi mekanisme dan sarpras yang diperlukan," ujarnya.

Adapun alasan SIM C dibagi menjadi tiga kategori karena mengendarai motor kecil dan motor besar membutuhkan keterampilan yang berbeda.

"Alasan peningkatan golongan SIM adalah peningkatan kompetensi, karena ada perbedaan kompetensi antara SIM C, CI, dan CII," kata Arief.

3. Persyaratan Bikin SIM C Khusus Moge

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pemohon SIM C yang ingin naik kelas memiliki SIM khusus moge. Di antaranya adalah:

- Untuk memohon kenaikan golongan ke CI, memiliki SIM C yang telah digunakan selama 12 bulan sejak diterbitkan.
- Untuk dapat memiliki SIM CII maka SIM CI yang dimiliki telah digunakan selama 12 bulan sejak SIM CI diterbitkan.

Nah, selain masa berlaku SIM yang sudah mencapai satu tahun, penggolongan SIM kini juga salah satunya umur minimal calon pemohon SIM. Seperti yang tertera pada pasal 8 yang berbunyi:

a. 17 (tujuh belas) tahun untuk SIM A, SIM C, SIM D dan SIM DI;
b. 18 (delapan belas) tahun untuk SIM CI;
c. 19 (sembilan belas) tahun untuk SIM CII.

4. Biaya Bikin SIM C

AKBP Arief Budiman mengatakan tarif pembuatan SIM baru itu masih termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Biaya pembuatan PNBP semua sama," ujar Arief.

Pada lampiran aturan di atas tertera pembuatan SIM baru untuk SIM C Rp 100.000, SIM C1 Rp 100.000, dan SIM C2 Rp 100.000. Sementara untuk perpanjangan pengendara dikenakan tarif sama ketiganya yakni Rp 75.000 untuk SIM C, C 1, dan C2. Namun biaya di atas belum termasuk biaya pemeriksaan kesehatan dan asuransi.

Perlu diketahui, setiap pemohon SIM yang hendak naik golongan juga harus membayar biaya penerbitan SIM baru. "Peningkatan golongan SIM dikenakan biaya PNBP SIM baru," kata Arief.

Tidak ada perbedaan tarif, namun untuk naik golongan SIM dibuat berjenjang. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah setiap pemilik SIM harus terlebih dahulu memiliki SIM di bawahnya dalam periode satu tahun.

- Untuk memohon kenaikan golongan ke CI, memiliki SIM C yang telah digunakan selama 12 bulan sejak diterbitkan.
- Untuk dapat memiliki SIM CII maka SIM CI yang dimiliki telah digunakan selama 12 bulan sejak SIM CI diterbitkan.

5. Punya SIM CII Bisa Naik Motor Kecil Sampai Moge

AKBP Arief Budiman mengatakan SIM CII berlaku untuk semua golongan. Sedangkan SIM CI juga berlaku untuk penggunaan motor dengan golongan di bawahnya. Jadi tidak perlu memiliki tiga SIM sekaligus, tinggal disesuaikan dengan kapasitas mesin sepeda motornya.

"SIM C II bisa digunakan untuk semua golongan motor. Jadi tidak perlu bikin 3 SIM. SIM CI juga boleh mengendarai golongan di bawahnya (SIM C)," jelas Arief.

Artinya jika sudah memiliki SIM CII boleh mengendarai motor listrik, motor cc kecil, dan motor gede tanpa perlu membawa jenis SIM C yang lain. "Betul (hanya satu SIM CII saja) SIM golongan tertinggi bisa digunakan untuk golongan di bawahnya," ungkap Arief.

Menurutnya, pemilik SIM C biasa masih diperbolehkan membawa motor listrik tapi dengan syarat konversi daya motor listriknya setara di bawah 250 cc.

"Kalau CC-nya di bawah 250 cc bisa pakai SIM C," ujar Arief.

6. 'SIM C Khusus Moge Sudah Seharusnya Ada'

Sahat Manalu, Dealer Principal Anak Elang Harley Davidson of Jakarta, mengatakan bahwa aturan ini sudah harus ada sejak lama.

"Aturan tentang golongan SIM ini memang sudah seharusnya ada. Pengendara motor besar harusnya memang punya kecakapan yang cukup untuk mengendarai motornya. Kecakapan itu tertuang pada tes dan ujian (SIM) yang nantinya harus dijalani," papar Sahat kepada DetikOto, Senin (31/05/21).

"Karena gak logis kalau orang yang bawa motor besar, lisensi berkendaranya sama dengan orang yang bawa motor kecil. Bagi para pengendara motor besar, lisensi itu sangat penting. Makanya menurut saya aturan ini bagus," lanjut Sahat.

Menurutnya, sebagian pengendara motor besar yang tergabung dalam komunitas cenderung sudah tersertifikasi dan sudah teruji kemampuan membawa motornya. Hal ini dikarenakan, adanya serangkaian latihan dan ujian yang diadakan dengan menggandeng pihak Pusat Pendidikan Lalu Lintas (Pusidklantas).

"Kalau Anak Elang, itu ada agenda rutin safety riding. Jadi kita semacam kursus atau latihan dengan pihak Korlantas atau Pusdiklantas. Jadi instrukturnya dari mereka, ada uji coba atau dites untuk kecakapan berkendaranya," papar Sahat.

Sahat mengatakan bahwa seyogyanya ujian SIM golongan CI atau CII ini bisa menggunakan materi safety riding yang biasa diberikan oleh pihak kepolisian kepada komunitas moge.

Selain itu menurut Sahat untuk masa-masa awal seperti ini, sebaiknya ujian pembuatan SIM CI atau CII dapat dilakukan dengan menggunakan motor gede pribadi agar proses menjadi lebih cepat.

"Untuk ujiannya situasional lah. Biasanya kan kalau di negara lain tergantung ada ujian yang pakai kendaraan pribadi, ada juga ujian yang pakai kendaraan yang disediakan. Tapi kalau program ini mau cepat, bisa jalan pakai motor sendiri dulu," papar Sahat.

7. Perlu Disediakan Infrastruktur dan SDM

Founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu meyakini langkah untuk menggolongkan SIM C berdasarkan kapasitas mesin ini merupakan langkah tepat untuk mengetahui kompetensi masing-masing pengendara.

"Dari perspektif road safety maka penggolongan SIM C ini, merupakan satu kesempatan atau momentum yang cukup baik untuk mendapatkan pengemudi yang kompeten dan memiliki attitude (perilaku berkendara yang baik di jalanan)," ucap Jusri.

"Kalau kita lihat masalah pengendara, motor sudah menjadi ikon perilaku tidak aman dan ikon pelanggaran lalu lintas. Kalau ini dilakukan saya berharap ini bisa cepat diterapkan," Jusri menambahkan.

Jusri sangat yakin saat SIM C sudah digolongkan maka skill dan attitude pengendara di jalanan jauh lebih baik.

"Ini bisa menjadi satu cara menjaring pengendara yang kompeten, dari sisi ketertiban, pelanggaran perilaku tidak aman, yang ikon-ikonnya itu pengendara sepeda motor (dicap sebagai pelanggar lalu lintas), dari sisi skil penggolongan SIM C ini juga sejalan berdasarkan motor sangat dibutuhkan, karena memiliki konsekuensi yang negatif kalau tidak di scanning," ujar Jusri.

"Soalnya motor dengan mesin lebih besar, memiliki bobot yang lebih berat dan responsif, kalau tidak dilengkapi dengan pengetahuan keterampilan dan aspek attitude, sepeda motor yang kapasitas besar bisa menjadi killing mesin atau alat pembunuh," tambah Jusri.

Jusri menilai pihak berwajib harus menyediakan asesor yang berkualitas dan tempat pengujian yang memadai.

"Pemerintah harus menyediakan infrastukturnya, Sumber Daya Manusia atau asesor-asesor (penilai) yang berkualitas yang ada di Satpas-satpas dan Polres. Kalau hanya ada di Polda saja ini membuka peluang-peluang-peluang negatif, seperti orang jadi malas dan mengambil tindakan short cut (jalan pintas menggunakan oknum untuk mendapatkan SIM C sesuai dengan kategori). Sehingga pihak berwajib harus memikirkan bagaimana orang memperoleh SIM di daerah dengan mudah," ujar Jusri.

Selain itu, menurut Jusri pihak berwajib juga harus mulai membuka kerja sama dengan pihak ketiga untuk mengetahui kualitas pemohon pembuat SIM C untuk kategori mesin 500 cc ke atas.

"Para pelatih atau asesor, sangat diperlukan di non polisi yang bisa mengisi pelatihan yang membutuhkan SIM CII, dalam hal ini harus ada yang komponen atau pelatih-pelatih yang berkualitas dan ini masuk ke infrastruktur. Karena untuk mengurangi kesulitan mendapatkan SIM, karena jika sulit mendapatkan SIM CII pemohon pembuat SIM C tersebut akan memilih short cut (jalan pintas), artinya akan ada kecurangan," ucap Jusri.

"Jadi ini penting sekali (penggolongan SIM C dan bekerja sama dengan pihak ketiga), tapi untuk mendapatkan pengendara yang kompeten dan ber-attitude, perlu dilakukan praktek di jalan raya yang masuk dalam sistem pembelajaran," Jusri menambahkan.

Sehingga para pemohon SIM CII tidak cukup hanya melakukan pengujian praktek di daerah tertutup.

"Waktu mengambil SIM selain persyaratan administrasi, kesehatan, tes teori, tes praktek di area tertutup, harus ada tes di jalan raya. Dahulu di Indonesia itu pernah diterapkan pada tahun '70-an, tapi itu tidak konsesiten. Karena kalau tes di jalan raya, itu bisa mengukur kesabaran atau arogensinya, oleh karena itu penggolongan SIM ini harus dijadikan momentum oleh pemerintah untuk mendapatkan pengendara yang kompeten," tutup Jusri.


Hide Ads