Mitsubishi Belum Berencana Ekspor Xpander ke Vietnam

Mitsubishi Belum Berencana Ekspor Xpander ke Vietnam

Ruly Kurniawan - detikOto
Kamis, 26 Apr 2018 10:15 WIB
Mitsubishi Xpander siap diekspor ke FIlipina. Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Mobil MPV yang dirakit di dalam negeri, Mitsubishi Xpander baru saja melakukan debut perdana untuk ekspornya. Mengirimkan 400 unit mobil ke Filipina, nantinya PT Mitsubishi Motor Krama Yudha Indonesia (MMKSI) akan menyasar Thailand, Vietnam, Sri Langka, Bolivia, hingga Mesir sebagai negara tujuan untuk kegiatan ekspor Xpander. Namun ternyata, disaat ditanya kepada wartawan terkait masalah ekspor ke Vietnam pihak Mitsubishi mengaku belum memiliki rencana.

Chief Executive Officer PT Mitsubishi Motors Corporation Osamu Masuko mengatakan kini dirinya ingin berfokus terhadap distribusi Xpander ke dalam negeri dan ekspor ke Filipina. Vietnam memang menjadi salah satu negara yang berpotensi juga untuk mempopulerkan Xpander, tetapi prihal masalah kebijakan baru di negara tersebut dirinya belum punya rencana.


"Memang untuk Vietnam kan masih ada masalah terkait free trade yang ia kenakan. Tapi kita belum ada rencana memecahkan itu, karena untuk ekspor kita ingin fokus ke Filipina dahulu. Soalnya, permintaan Xpander sangat tinggi disana. Namun Vietnam itu sebagai salah satu negara yang berpotensi," kata Masuko saat menjawab pertanyaan wartawan di kawasan Indonesian Port Corporation (IPC), Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikesempatan yang sama, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Harjanto menjelaskan bahwa permasalahan VTA (Verifikasi Type of Approval) ekspor kendaraan di Vietnam sedang diperbincangkan. Kemarin, Pemerintah dan beberapa pihak terkait sudah melakukan kunjungan kesana tetapi hasilnya masih belum terlihat.

"Unnecessary Barrier to Trade sekarang kita masih ada masalah dengan Vietnam yakni di VTA terbarunya. Nah ini sedang di coba untuk dicarikan jalan supaya bisa diselesaikan," paparnya.

"Kemarin kita upayakan kepada Kementrian Perdagangan supaya jangan menjadi masalah ke kita. Namun kunjungan ke Vietnam kemarin belum deal. Di satu sisi, kita lihat hari ini Xpander keliatannya akan masuk ke Vietnam, salah satu negara sasarannya juga sepertinya. Semoga apa yang dilakukan Vietnam ini, yang sudah dikomplain oleh banyak negara lain juga selain Indonesia bisa selesai dengan baik sehingga suasana ekspor kondusif kembali," lanjut Harjanto.


Terkait langkah pemerintah menyelesaikan permasalahan free trade ke Vietnam, Harjanto akan membawanya ke ranah pemerintahan dan lembaga terkait supaya bisa diselesaikan secara multilateral.

"Saya sudah bicara kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri agar bisa diangkat ke WTO (World Trade Organization) kalau memang melanggar ketentuan, karena itu sudah ranah mereka. Prosedurnya pun mengatakan memang seperti itu. Kalau sudah tidak bisa diselesaikan secara bilateral kita bawa ke multilateral," tutup Harjanto.

Pada awal 2017 lalu, Vietnam secara mengejutkan mengeluarkan regulasi impor untuk mobil penumpang (HS 8703) atau mobil utuh (CBU) terhadap beberapa negara, salah satunya Indonesia. Terancam tidak dapat melakukan kegiatan ekspor ke sana, pemerintah Indonesia langsung jadwalkan untuk berunding dengan pihak Vietnam di Hanoi, Vietnam, 26 Februari - 1 Maret 2018 nanti.

Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan di siaran pers nya beberapa waktu lalu mengatakan bahwa regulasi baru di Vietnam yakni Decree No. 116/2017/ND-CP (Decree on Requirements for Manufacturing Assembly and Import of Motor Vehicle and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Service) yang mulai berlaku sejak 1 Januari kemarin terbilang menyudutkan Indonesia. Padahal, standar yang ditetapkan oleh negaranya mirip oleh yang berada di Indonesia.

"Kendala yang ada saat ini terkait dengan persyaratan yang diminta oleh Vietnam harus sesuai dengan standar Internasional. Kita sudah punya SNI, namun dianggap oleh pihak Vietnam belum cukup sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Indonesia harus bersikap tegas terhadap diberlakukannya regulasi ini, namun juga harus tetap memperhatikan hubungan baik antar negara. Sikap kita tegas tapi tetap bersahabat," papar Nurwan.

Di peraturan baru tersebut tertulis bahwa setiap kendaraan empat roda yang masuk ke negara tersebut harus di uji terlebih dahulu dengan cara menggunakan kendaraan sample (yang ada di kapal) dan melakukan perjalanan sampai 3.000 km. Sedangkan kendaraan lainnya harus tetap berada didalam kapal. Bila kendaraan dinyatakan tidak lulus uji, maka seluruh kendaraan tersebut harus ditarik kembali dan dipulangkan ke negara awal.


"Dulu, misalkan saya ekspor mobil A, mobil ini di uji coba sama mereka dan bila lolos baru bisa diekspor tiap saat. Nah tapi saat ini mereka ubah. Setiap pengapalan di cek sama mereka. Misalkan di satu kapal ada 1.000 mobil dan 5 tipe. Masing-masing tipe diambil 3 sample, dicoba 3.000 km sebelum dinyatakan lolos sama mereka," ucap Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi di kesempatan yang berbeda.

"Nah ini kan buat mabok. Gini, kalau ada 5 tipe didalam satu kapal (1.000 unit), berarti akan ada 15 mobil yang mereka coba sampai 3,000 km. Coba deh jalanin mobil sampai 3,000 km, berapa hari tuh? Lah ini mobil sisanya nongkrong semua di pelabuhan mau diapakan? Sedangkan bila tidak lolos mobil itu semuanya harus balik ke Indonesia. Nah inilah yang kita protes," tutupnya. (ruk/dry)

Hide Ads