Jakarta -
Berkendara di jalan tol nggak bisa asal ngebut. Ada peraturan mengenai batas kecepatan minimal dan maksimal. Di jalan tol sendiri, kecepatan maksimalnya adalah 100 km/jam untuk jalan tol luar kota. Sementara jalan tol dalam kota kecepatan maksimalnya 80 km/jam. Kenapa harus dibatasi?
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Danang Parikesit mengatakan, berkendara di jalan tol harus sesuai dengan aturan berkendara yang telah ditentukan. Tujuan dibatasinya kecepatan di jalan tol adalah agar terus menjaga kendaraan tetap fokus. Hal ini untuk mencegah terjadinya kecelakaan, terutama di beberapa titik rawan kecelakaan.
Diatur pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 23 ayat 4 dan diperkuat Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kendaraan pasal 3 ayat 4, batas kecepatan di jalan bebas hambatan 60 hingga 100 kilometer per jam, sesuai dengan rambu lalu lintas yang terpasang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam aturan tersebut tertulis bahwa batas kecepatan di jalan bebas hambatan atau tol paling rendah 60 Km/Jam sampai tertinggi 100 Km/Jam. Untuk berkendara di tol dalam kota sendiri kecepatan minimal berkendara (60 Km/Jam), maksimal berkendara yaitu (80 Km/Jam). Kemudian untuk berkendara di tol luar kota yakni minimal (60 Km/Jam) dan maksimal (100 Km/Jam)," kata Danang dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, semua jenis mobil berpotensi kecelakaan jika dipacu di atas kecepatan yang telah ditentukan.
"Mobil yang sudah memenuhi standar dan bisa dipacu kecepatan 200 km/jam bukan berarti boleh (ngebut di jalan tol). Masalahnya, tidak semua pengemudi memiliki skill ketrampilan yang benar. Dan lagi bukan tempatnya jln tol tersebut untuk dipakai ngebut," ucap Sony.
Lanjut halaman berikut: Semua Jalan Tol Dipastikan Laik Fungsi dan Operasi
Sementara itu, Danang menyebutkan, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) juga memperhatikan risiko kecelakaan (Zero Fatalities) di Jalan Tol. Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) selaku pengelola Jalan Tol terus didorong untuk mewujudkan pelayanan Jalan Tol yang optimal guna menjamin keselamatan dan kenyamanan pengguna Jalan Tol sesuai dengan pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM).
Dalam mewujudkan standar pelayanan minimum di Jalan Tol, setiap Jalan Tol yang beroperasi telah melalui rangkaian terakhir penilaian sebelum dapat dioperasikan, yakni uji laik fungsi dan laik operasi. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memastikan semua spesifikasi teknis persyaratan dan perlengkapan jalan yang ada di ruas Jalan Tol sesuai dengan standar managemen dan keselamatan lalu lintas terpenuhi dengan baik.
"Sosialisasi keselamatan Jalan Tol bertajuk SETUJU (Selamat Sampai Tujuan) juga terus disampaikan Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga bersama BPJT dengan melibatkan mitra seperti BUJT, Korlantas Polri, dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan. Beberapa imbauan disampaikan kepada pengendara untuk mengurangi risiko kecelakaan di Jalan Tol maupun non-tol," ujar Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Danang Parikesit.
Salah satu faktor yang menjadi item pengecekan adalah skid resistance, baik perkerasan kaku (beton) maupun perkerasan flexible (aspal) dengan mengikuti Peraturan Menteri PUPR No 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol.
Danang menyampaikan, pedal rem pada kendaraan umumnya tidak bisa dihentikan secara mendadak dan langsung berhenti di lajur Jalan Tol. Pengemudi wajib mengetahui aturan mengenai waktu dan jarak tertentu untuk bisa berhenti di lajur Tol.
"Di setiap area Jalan Tol juga sering diberikan imbauan mengenai 'Jaga Jarak Aman Kendaraan Anda' agar ketika mobil menginjak rem secara mendadak masih terdapat ruang untuk mengurangi kecepatan sampai mobil bisa berhenti dengan aman dan menjaga jarak mobil di belakangnya juga," kata Danang.
Danang juga menambahkan, penentuan pagar pembatas beton pada sisi jalan mempertimbangkan risiko fatalitas ketika terjadi kecelakaan. Beberapa jenis pagar pengaman memiliki kriteria defleksi/lentur yang berbeda dan digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Penempatan concrete barrier (beton) pada umumnya ditempatkan pada lokasi-lokasi yang dianggap berbahaya, seperti jembatan ataupun untuk median/pemisah jalur yang jaraknya berdekatan sehingga dapat memperkecil risiko kendaraan menyeberang ke jalur berlawanan. Hal ini juga menjaga agar kendaraan terhindar dari fatalitas kecelakaan dan tetap nyaman dalam berkendara.
Simak Video "Video Pria Tewas di Blitar Diduga Bawa Petasan dan Meledak Saat Kecelakaan"
[Gambas:Video 20detik]
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah