Produksi Baterai Mobil Listrik Lebih Murah di Indonesia Ketimbang China?

Produksi Baterai Mobil Listrik Lebih Murah di Indonesia Ketimbang China?

Ridwan Arifin - detikOto
Rabu, 13 Mei 2020 10:53 WIB
Baterai Mobil Listrik Bekas Didaur Ulang untuk Energi Stadion Sepakbola
Ilustrasi baterai mobil listrik Foto: Pool (electrek dan current-news)
Jakarta - Dunia tengah bergerak ke arah kendaraan listrik, termasuk pengembangan komponen utama baterai. Diuntungkan dari berbagai sisi membuat biaya produksi baterai kendaraan listrik di Indonesia terendah se-Asia.

Hal ini berdasarkan laporan Bloomberg NEF, bahkan produksi baterai di Indonesia lebih murah 11 persen dari China. Kok bisa, padahal negeri tirai bambu dikenal sebagai produsen dengan banderolan yang lebih miring?

Pertama, Indonesia diuntungkan karena memiliki sumber daya alam, menyimpan banyak raw material. Nikel dan kobalt, bahan baku utama baterai ini melimpah ruah di bumi Indonesia. Bloomberg NEF menyebut bahan baku 22 persen dari total biaya.

Mengutip Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saat ini Indonesia mencatat potensi bijih laterit nikel dengan total sumber daya (terekam, tertunjuk dan terukur) 6,5 milyar ton dan total cadangan (terkira, terbukti) 3,1 milyar ton.

Ada dua jenis baterai listrik yang banyak dipakai saat ini yaitu Lithium-ion (Li-ion) dan Nickel Metal Hydride (NiMH). Baterei Li-ion menggunakan unsur logam litium dan kobalt sebagai elektroda, sementara itu NiMH memanfaatkan nikel.

Kedua, BloombergNEF menyebut ongkos pekerja dan biaya industri terhitung lebih murah, apalagi kini pengembangan mobil listrik didukung lewat beragam subsidi pemerintah. Upah tenaga kerja dan biaya industri menyumbang 6 persen dari produksi baterai kendaraan listrik. BloombergNEF memperkirakan dari faktor di atas, total pabrik baterai di Indonesia lebih rendah 8 persen dari China.

Meski begitu, bukan tanpa lubang. BloombergNEF menyebut intensitas karbon di Indonesia masih tinggi, yakni 711 gram CO2 per kWH. Ini menjadi PR sebab efisiensi keseluruhan perangkat pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik tenaga batubara yang kian menua, masih terbilang rendah. Menjadi tantangan pabrikan untuk menemukan sumber daya dengan intensitas karbon yang lebih rendah.


(riar/rgr)

Hide Ads