Pakai Biodiesel tapi Perawatan Bus Tidak Apik, Tenaga Bisa Loyo

SPBU yang Mulai Jual Biodiesel 20%. Foto: Achmad Dwi Afriyadi

Jakarta - Implementasi biodesel 20 persen atau B20 semua sektor sudah diberlakukan pada 1 September 2018 lalu. Sudah memasuki bulan kelima, B20 digunakan sebagai alternatif dari bahan bakar, seperti apa kesaksian dari penggunanya?

"Penggunaan part tidak ada yang diganti hanya konsumsi filter BBM dari solar jadi lebih cepat penggantiannya," ujar salah satu anggota Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kurnia Lesani Adnan yang juga memiliki bus Antar Kota Provinsi (AKAP), Senin (18/02/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sifat B20 yang lebih kental dan kotor dibanding solar seperti diungkapkan Kurnia mempengaruhi masa pakai komponen saringan bahan bakar. Lebih jauh, Kurnia mengatakan bahwa dampak serupa bisa terjadi pada injektor alias penyemprot bahan bakar di mesin.

"Jadi menyebabkan penggunaan filter BBM lebih tinggi. Nah efek jangka panjangnya kalau hanya dicuci saja dan tidak diganti bisa mengakibatkan komponen ruang bakar cepat aus, seperti injector, ring piston bahkan kemungkinan valve (katup) juga bisa terjadi hal serupa," ujar Kurnia.

Gejala awal yang terasa bila filter BBM harus diganti adalah ketika tenaga dari mesin sudah mulai kendur alias kurang nendang. "Terkadang ketika ada masalah di jalanan, tenaganya ngedrop atau low power. Itu dibersihkan dulu filternya, baru diganti ke stasiun berikutnya," kata Kurnia.

Setelah menggunakan B20, Kurnia menjelaskan penggantian filter bisa menjadi lebih cepat dari panduan servis.

"Penggantian filter solar dari rekomendasi diler servis itu setiap 15.000 km, ketika menggunakan bahan bakar B20 ini kadang-kadang di 5.000 km atau 10.000 sudah nge-blok," tutur Kurnia.

"Jadi tidak bisa mengikuti ekspektasi di 15.000 km diganti, biaya tergantung merek kalau Scania atau Mercy itu (filter BBM) sekitar Rp 500 ribuan," kata Kurnia.

Simak juga video 'Bidik Perhatian Investor, 6 BUMN Gandeng Surveyor Indonesia':

[Gambas:Video 20detik]