Intip Garasi Ketua MK yang Pimpin Sidang Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Tim detikcom - detikOto
Senin, 16 Okt 2023 19:45 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (berdiri-kanan). Foto: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Jakarta -

Ketua MK Anwar Usman mengabulkan gugatan mahasiswa UNS (Universitas Sebelas Maret) terkait usia capres dan cawapres. Bicara soal otomotif, ini isi garasi rumah Anwar Usman.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres, yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas. MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," terang Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023) seperti dikutip dari detikNews.

Di luar soal permohonan itu, sisi lain Anwar Usman menarik untuk disimak. Khususnya bila bicara harta kekayaan. Dikutip dari laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Anwar Usman tercatat memiliki total harta kekayaan senilai Rp 33.492.312.061. Harta tersebut ia laporkan pada 24 Januari 2023/Periodik - 2022 dengan status jabatan sebagai Ketua MK.

Dari total harta kekayaan tersebut, Rp 5.176.100.000 berbentuk tanah dan bangunan, Rp 300.000.000 berbentuk harta bergerak lainnya, Rp 123.000.000 dalam bentuk surat berharga, serta kas dan setara kas senilai Rp 27.592.212.061.

Selanjutnya untuk harta berupa alat transportasi dan mesin, nilainya adalah Rp 301.000.000. Rinciannya sebagai berikut:

1. MOBIL, TOYOTA MINIBUS Tahun 2002, HASIL SENDIRI Rp. 80.000.000

2. MOTOR, HONDA SEPEDA MOTOR Tahun 2005, HASIL SENDIRI Rp. 3.000.000

3. MOBIL, TOYOTA MINIBUS Tahun 2008, HASIL SENDIRI Rp. 105.000.000

4. MOBIL, TOYOTA KIJANG MINIBUS Tahun 1997, HASIL SENDIRI Rp. 18.000.000

5. MOBIL, TOYOTA COROLLA ALTIS SEDAN Tahun 2002, HASIL SENDIRI Rp. 95.000.000.

Kembali ke soal gugatan, seperti dikutip detikNews, MK menyatakan bila permohonan sebelumnya seperti Partai Garuda berbeda dengan permohonan yang diajukan mahasiswa UNS ini. Perbedaannya ada pada norma pasal yang dimohonkan.

"Terhadap petitum permohonan dalam perkara-perkara dimaksud dapat dikatakan mengandung makna yang bersifat 'ambiguitas' dikarenakan sifat jabatan sebagai penyelenggara negara tata cara perolehannya dapat dilakukan dengan cara diangkat/ditunjuk maupun dipilih dalam pemilihan umum. Hal ini berbeda dengan yang secara tegas dimohonkan dalam petitum permohonan a quo di mana pemohon memohon ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017 dimaknai 'Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'," kata hakim MK.

"Dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun," imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, permohonan uji materi terhadap Pasal 169 c UU Pemilu ini diajukan oleh sejumlah pihak. Mereka di antaranya Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan juga sejumlah kepala daerah.

Permohonan ini teregistrasi dalam perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, 55/PUU-XXI/2023, 90/PUU-XXI/2023, 91/PUU-XXI/2023, 92/PUU-XXI/2023, dan 105/PUU-XXI/2023. Tiga gugatan di atas sudah diputus dan ditolak. Sedangkan gugatan dari Mahasiswa UNS ini dinilai berbeda oleh MK meskipun berkaitan juga dengan Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017.

Ada dua hakim yang setuju dengan putusan tersebut namun memiliki alasan berbeda yakni Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh. Kemudian empat hakim memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.

"Terdapat pula pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo," bilang Anwar.



Simak Video "Video: MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Diselenggarakan Terpisah"

(lua/dry)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork