Seakan menjadi rahasia umum ketika sebuah kendaraan cukup laris di pasaran dan inden atau masa tunggu pengiriman terlalu lama, ada uang tambahan agar konsumen bisa dapat unit lebih cepat. Fenomena ini cukup sering terjadi di industri otomotif.
Tak cuma sekali, kendaraan yang laris dan diburu konsumen menjadi bahan 'gorengan' para sales hingga pedagang mobil. Mobil-mobil yang laris itu dibanderol dengan harga lebih tinggi daripada harga normalnya. Ada juga tenaga penjual yang terang-terangan menawarkan 'jalur cepat' kepada konsumennya dengan uang tambahan. "Mau cepat dapat unit yang dipesan, silakan bayar lebih," begitu praktiknya.
Dulu, ketika Suzuki Jimny terbaru pertama kali muncul, unitnya sangat terbatas. Indennya pun panjang. Melihat permintaan yang tinggi namun tidak dibarengi dengan suplai yang mencukupi, beberapa konsumen Jimny menjual kembali mobilnya di pasar mobil bekas dengan harga yang lebih tinggi. Mereka memanfaatkan kelangkaan stok Jimny yang indennya mengular hingga 10 tahun lamanya. Kalau konsumen mau dapat Jimny dengan cepat tanpa antre 10 tahun, ditawarkan mobil seken rasa baru yang harganya justru lebih mahal dari harga barunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena serupa juga sempat terjadi pada Toyota GR Yaris. Mobil hot hatch andalan Toyota itu sempat ditawarkan dengan harga lebih tinggi di marketplace mobil bekas daripada harga versi barunya dari dealer. Toyota GR Yaris seken sempat ditawarkan di rentang harga Rp 1,250 miliar hingga Rp 1,368 miliar. Tentu kondisi mobilnya masih sangat terawat dan kilometernya rendah, sehingga siapa pun yang membelinya akan mendapatkan mobil bekas tapi rasa baru.
Yang terbaru dialami bassist band Seringai, Sammy Bramantyo. Dia memesan Hyundai Ioniq 5 sejak 2022 lalu tapi sampai sekarang unitnya belum juga dikirim. Dia mendapati praktik spekulan ketika sales menawarkan 'jalur cepat' dengan biaya tambahan Rp 50-75 juta. Sammy sampai membatalkan pemesanan Hyundai Ioniq 5 karena tahu ada praktik yang dianggap curang tersebut.
Kepada detikcom, Sammy mengaku sebenarnya masih mau menunggu pengiriman Hyundai Ioniq 5 yang dipesannya itu. Namun karena ada 'jalur cepat' dengan tambahan biaya sekitar Rp 50 juta bahkan sampai Rp 75 juta, Sammy memutuskan untuk membatalkan pemesanan.
"Ketika tahu bahwa ada 'jalur cepat' dan yang inden secara normal bisa dilangkahi sama yang mau bayar lebih lah baru saya keberatan dan putuskan untuk cancel inden," ujarnya kepada detikcom melalui pesan Whatsapp.
Sammy menyayangkan adanya praktik serobot masa inden Ioniq 5 ini dengan biaya tambahan. Dia merasa kecewa karena dilangkahi oleh orang-orang yang mau membayar lebih untuk mendapatkan unit lebih cepat.
"Saya sama sekali gak keberatan sama upping harga atau MAF (Market Adjusment Fee) tadi, tapi yang bener dan adil penerapannya. Harusnya gak boleh ada 2 jenis harga untuk jalur normal dan jalur cepat. Kalau mau dinaikin ya naik aja untuk semua. Supaya gak serobot-serobotan juga," sebut Sammy.
"Namanya barang dagangan lagi laku dan supply-nya dikit, sebagai penjual wajar lah kalau ambil kesempatan itu. Kan tentu juga ada pertimbangan berapa-berapanya supaya lebih untung tapi tetap laku. Kalau kayak sekarang kan seakan-akan kayak 'menipu' customer yang beli harga normal. Harganya normal supaya mereka tetap beli, tapi disalip terus sama orang yang bayar lebih dan akhirnya (konsumen yang bayar normal) dapat mobilnya lama banget," sambungnya.
Menurut Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) David Tobing, fenomena ini tentunya merugikan konsumen. David bilang, praktik menaikkan harga untuk mempercepat masa inden ini bisa disebut ilegal.
"Upping harga ini sesuatu yang salah, menurut saya. Ilegal karena itu bukan merupakan komponen kenaikan harga. Yang saya tahu komponen kenaikan harga itu masalah pajak," kata David kepada detikcom, Minggu (26/3/2023).
Dia juga menegaskan, sebaiknya pihak dealer bisa menepati janji untuk mengirim mobil yang dipesan sesuai waktu yang ditentukan. Jika dealer menjanjikan mobil akan dikirim enam bulan kemudian, maka janji tersebut harus ditepati.
"Karena dealer itu sudah pasti berhitung, bahwa bulan ini dia akan dapat pasokan berapa dari pabrikan atau dari APM, bulan depan dapat pasokan berapa. Dia pasti sudah berhitung dengan daftar pemesan. Selama 6 bulan itu, harga memang mungkin tidak mengikat. (Perubahan harga) itu dimungkinkan karena ada perubahan kebijakan tentang pajak, misalnya. Tetapi kalau faktor lain apalagi upping (untuk mempercepat masa inden) itu tidak diperkenankan," tegas David.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?