Gunadi memang akrab di dunia otomotif RI baik di pasar roda dua maupun roda empat. Selain pernah menjabat sebagai mantan bos Indomobil, Gunadi juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), periode 2007-2017. Tidak sampai di situ, dirinya juga menjabat sebagai ASEAN Automotive Federation.
Pria yang semasa hidup akrab disapa Pak Kang ini juga aktif mengikuti perkembangan mobil listrik dan sempat menguji bus listrik, karena Gunadi adalah Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Otomotif (IATO) Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selengkapnya dalam rangkuman berita berikut yang telah dihimpun detikcom.
Jenazah almarhum kini sudah dipindahkan ke Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Pantauan detikcom pagi ini, Rabu (3/9/2019), di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, karangan bunga duka cita untuk mendiang Gunadi, membanjiri kompleks Rumah Duka.
Sebagai salah satu tokoh berpengaruh di industri otomotif Indonesia, jejak Gunadi tidak perlu diragukan lagi. Almarhum pernah mengenyam pendidikan di University of Stuttgart Jerman jurusan Mechanical Engineering 1976, dan meraih gelar Doktor di tempat yang sama, juga pernah menduduki posisi strategis untuk perkembangan industri otomotif.
Dirinya pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS). Pada 2011, Gunadi menduduki jabatan sebagai Direktur Komisaris PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS).
Selain itu, Gunadi juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), periode 2007-2017. Tidak sampai di situ, dirinya juga menjabat sebagai ASEAN Automotive Federation.
Pria yang semasa hidup akrab disapa Pak Kang ini juga aktif mengikuti perkembangan mobil listrik dan sempat menguji bus listrik, karena Gunadi adalah Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Otomotif (IATO) Indonesia.
Selepas dari Rumah Duka Sentosa RSPAD, rencananya jenazah almarhum akan dibawa ke Rumah Duka Oasis, Tangerang, untuk dikremasi.
Mantan bos Indomobil, Gunadi Shinduwinata, meninggal dunia Selasa (3/9/2019) kemarin pada pukul 16.38 WIB di RS Mitra Kelapa Gading Jakarta. Saat ini jenazah disemayamkan di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Mendiang Gunadi kabarnya akan dikremasi di Rumah Duka Oasis Tangerang, Sabtu (7/9/2019) besok. "Dari tadi malam (3/9/2019) sampai besok Sabtu (7/9/2019) pagi, almarhum disemayamkan di sini," kata anak kedua Gunadi, Clarine, kepada detikcom, di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Dikatakan Clarine, waktu persemayaman selama kurang lebih 4 hari akan dimanfaatkan para kerabat dan kolega almarhum untuk menengok dan mendoakan jenazah.
"Nanti hari Kamis 5 September jam 2 siang akan ada doa bersama dari alumni-alumni Jerman. Dan di hari Jumat 6 September, tutup peti jam 8 malam. Hari Sabtu jam 10 pagi kita berangkatkan jenazah ke tempat kremasi," sambung anak ketiga Gunadi, Claussen.
Untuk diketahui, jenazah Gunadi Sindhuwinata tiba di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, kemarin sore sekitar pukul 6. Sebelumnya, almarhum yang semasa hidupnya akrab disapa Pak Kang itu, sempat dirawat di RS Mitra Kelapa Gading.
"Masuk RS Mitra hari Senin (2/9/2019), lalu Selasa sorenya kami pindahkan ke Rumah Duka Sentosa," kata Claussen.
Semasa hidupnya, nama Gunadi cukup kondang di industri otomotif Tanah Air. Pria yang tutup usia di 72 tahun itu malang melintang di industri otomotif. Ia tercatat pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS). Pada 2011, Gunadi menduduki jabatan sebagai Direktur Komisaris PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS).
Selain itu, Gunadi juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), periode 2007-2017. Tidak sampai di situ, dirinya juga menjabat sebagai ASEAN Automotive Federation.
Mantan bos Indomobil, Gunadi Shinduwinata, meninggal dunia Selasa (3/9/2019) kemarin pada pukul 16.38 WIB di RS Mitra Kelapa Gading Jakarta. Saat ini jenazah disemayamkan di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, hingga Sabtu (7/9/2019) nanti.
Tak hanya pernah menjabat sebagai Direktur Utama di Indomobil, ternyata Gunadi juga punya kecenderungan soal pilihan merek mobil. Anak-anak Gunadi, menyebut sang Bapak selama ini hanya menggunakan mobil-mobil yang ada di bawah naungan Indomobil.
"Soal koleksi mobil, kami tidak bicara spesifik sih, tapi yang pasti beliau committed ke Indomobil. Tidak akan pakai produk di luar Indomobil," ungkap anak kedua Gunadi, Clarine, kepada detikcom, di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, Selasa (4/9/2019).
Kendati tidak menyebut tipe mobilnya secara detail, Clarine menyebut Gunadi punya beberapa koleksi mobil, dengan merek Audi, Volvo, Nissan, dan Suzuki. Empat merek tersebut memang ada di bawah grup Indomobil.
Dikatakan Claussen, anak ketiga Gunadi, Gunadi kadang suka mengemudi sendiri, terutama ketika menjumpai jalanan kosong.
"Karena beliau banyak jabatan, baik di Indomobil maupun organisasi, pasti padat sekali kan, itu pasti lemburannya juga banyak. Kalau udah malam, biasanya sopir suruh pulang aja, dia nyetir sendiri, sekalian lah ya kan jalanan udah mulai lumayan kosong," kata Claussen.
Hingga akhir hayatnya, pria yang tutup mata di usia 72 tahun itu terus aktif di industri otomotif Tanah Air. "Jabatan terakhir Bapak sebelum meninggal, masih sebagai komisaris di Indomobil," ujar Claussen.
Claussen punya kenangan yang baik mengenai kebiasaan sang ayah, Gunadi Sindhuwinata. Mantan bos Indomobil itu, dikatakan Claussen, punya hobi nyopir sendiri.
"Karena Bapak itu kan aktivitasnya banyak, baik itu di Indomobil maupun asosiasi. Kadang, beliau pulang sampai malam kalau lagi lembur. Nah saat pulang pas malam di mana jalanan sepi, Bapak pasti akan nyetir sendiri mobilnya. Sopir akan disuruh pulang duluan,' kenang anak ketiga Gunadi saat ditemui detikcom, di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, hari Rabu (4/9/2019).
Dikatakan Claussen, sang ayah punya kecintaan khusus terhadap merek-merek mobil buatan Eropa. "Terutama, karena Bapak dari S1 sampai S3 di Jerman, ia sangat suka sama mobil Audi. Dia juga suka mobil Volvo. Dan khususnya untuk merek-merek yang ada di bawah naungan Indomobil, seperti Nissan dan Suzuki," kata Claussen.
Di mata Claussen, sosok Gunadi menjadi panutan, baik untuk perjalanan karier maupun perjalanan kehidupan. Sosok almarhum Gunadi juga dipandang sebagai pribadi yang punya etos kerja tinggi dan memiliki passion di setiap pekerjaan yang diamanahkan kepadanya.
"Yang kami tahu, Bapak punya kekuatan, ketekunan, dan kegigihan. Etos kerjanya tinggi, tapi beliau juga tak lantas lupa dengan keluarga," terang Claussen.
Hingga akhir masa hayatnya, Gunadi dikenal oleh anak-anaknya sebagai pria yang ingin terus bekerja. "Kadang kami pikir juga, dia usianya juga sudah lebih dari 70 tahun, mau ngapain lagi sih sebenarnya, sudah lah di rumah aja, ngapain kek jalan-jalan. Tapi tetap nggak mau. Jadi memang hati dia inginnya selalu buat karya, ngembangin apalah, bikin sesuatu, terus ninggalin legacy, dan kasih contoh juga ke kami anak-anaknya," sambung anak kedua Gunadi, Clarine.
Semasa hidupnya, nama Gunadi termasuk sosok yang moncer di industri otomotif Tanah Air. Pria yang tutup usia di 72 tahun itu malang melintang di industri otomotif. Ia tercatat pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS). Pada 2011, Gunadi menduduki jabatan sebagai Direktur Komisaris PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS).
Selain itu, alumnus University of Stuttgart Jerman jurusan Mechanical Engineering ini juga pernah menjabat sebagai Ketua Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), periode 2007-2017. Tidak sampai di situ, dirinya juga menjabat sebagai ASEAN Automotive Federation.
Pemilik kendaraan pribadi tidak jarang menggunakan lampu isyarat tambahan atau biasa dikenal dengan lampu strobo untuk mendapatkan prioritas di jalan. Dari penelusuran detikcom nyatanya untuk mendapatkan strobo tersebut masih mudah tanpa harus berstatus sebagai aparat.
Harganya pun bervariasi, bahkan kebanyakan masih menjual di bawah harga Rp 1 juta. Biasanya pedagang tersebut tidak hanya menjual variasi motor lainnya.
Seperti Fani, salah satu karyawan di bengkel aksesori bilangan Depok, Jawa Barat. Ia menyebut bengkelnya hanya menjual satu tipe strobo, yakni strobo dashboard. Tipe ini paling dicari dan mudah dipasang, bisa digunakan untuk mobil ataupun motor.
"Harganya yang ini (strobo federal) Rp 530 ribu, yang lebih slim Rp 550 ribu, sudah termasuk ongkos pasang," kata Fani kepada detikcom, Selasa (3/9/2019).
Produk yang dijualnya memang lebih banyak variasinya, punya 8 mode berkedip dan hingga 16 mata LED. Ia menyebut proses intalasinya cukup mudah, hanya berkisar maksimal satu jam. "Langsung nyambung di stop kontak," ujar Fani.
Mencoba menelusuri lebih lanjut, di sekitar wilayah Jakarta Selatan. Imron, salah satu penjual strobo mengatakan harga yang dibanderol mulai dari Rp 155 ribu hingga Rp 285 ribu, sudah termasuk ongkos pasang.
"Yang paling murah hanya ada enam mata biasa yang beli paling cere-cere, yang agak mahal di sini Rp 285 ribu itu ada 8 mata. Pemasangan paling hanya setengah jam," ujar Imron saat berbincang dengan detikcom.
Menjadi keresahan lantaran penggunaan lampu strobo dapat memanfaatkan pengguna jalan lain, sebab biasanya dinyalakan pengguna agar mendapat prioritas menyalip, atau mendahului kendaraan lain di jalan raya.
Padahal penggunaan lampu rotator sejatinya digunakan terbatas berdasarkan Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009.
Lampu strobo atau rotator sejatinya tidak bisa untuk sembarang kendaraan. Warnanya pun berbeda sesuai dengan instansi seperti yang sudah diatur berdasarkan Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009.
Kendati sudah diatur, tidak jarang Kepolisian Republik Indonesia masih mendapati pengguna strobo atau rotator yang menempel di kendaraan pribadi.
Berdasarkan penelusuran detikcom di beberapa penjual aksesori kendaraan di bilangan Depok, Jawa Barat dan sekitar Jakarta Selatan, penggunaan lampu isyarat tersebut masih mudah didapatkan. Harganya pun bervariasi tergantung dari tingkat pencahayaan hingga mode berkedip.
Bahkan dibandingkan dengan denda tilang, harga strobo relatif lebih mahal. Sebagai informasi, pengemudi berstrobo bakal dikenakan hukuman sesuai Undang-undang No.22 Tahun 2009 pasal 287 ayat 4.
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah)," begitu bunyi pasal tersebut.
Sedangkan harga strobo bisa mencapai dua kali lipatnya. Seperti Fani, salah satu karyawan di bengkel aksesori bilangan Depok, Jawa Barat. Ia menyebut bengkelnya hanya menjual satu tipe strobo, yakni strobo dashboard. Tipe ini paling dicari dan mudah dipasang, bisa digunakan untuk mobil ataupun motor.
"Harganya yang ini (strobo federal) Rp 530 ribu, yang lebih slim Rp 550 ribu, sudah termasuk ongkos pasang," kata Fani kepada detikcom, Selasa (3/9/2019).
Produk yang dijualnya memang lebih banyak variasinya, punya 8 mode berkedip dan hingga 16 mata LED. Ia menyebut proses instalasinya cukup mudah, hanya berkisar maksimal satu jam.
"Langsung nyambung di stop kontak," ujar Fani.
Mencoba menelusuri lebih lanjut, di sekitar wilayah Jakarta Selatan. Imron, salah satu penjual strobo mengatakan harga yang dibanderol mulai dari Rp 155 ribu hingga Rp 285 ribu, sudah termasuk ongkos pasang.
"Yang paling murah hanya ada enam mata biasa yang beli paling cere-cere, yang agak mahal di sini Rp 285 ribu itu ada 8 mata. Pemasangan paling hanya setengah jam," ujar Imron saat berbincang dengan detikcom.
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah