Lantas bagaimana ke depannya? Dihubungi detikOto, Ade mengatakan kemungkinan akan mengajukan lagi namun kali ini membawa ahli dari berbagai pihak terkait. Sebab, gugatan yang dibawanya independen.
"Kita berangkat individu, tidak ada support dari pihak-pihak besar seperti GPS-nya itu sendiri, pihak perusahaan ojek online juga tak ada, dan kita tidak bawa ahli. Murni dari teman-teman, dari komunitas dan beberapa driver ojek online," katanya lewat sambungan telepon di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari sidang-sidang sebelumnya juga, sidang kita paling lama karena tidak bawa ahli. Tidak ada support (dari pihak ojek online maupun perusahaan GPS)," lanjut Ade.
Namun walau dirasa putusan MK masih bias, Ade menyatakan bahwa anggota komunitas dan juga pemohon menerimanya. "Untuk ke depannya, kita kan saat ini, dalam waktu dekat ada pemilihan Ketua Umum. Ya, ada kesibukan sendiri," sambungnya.
"Tapi nanti kalau ada yang ingin ajukan gugatan kembali entah dari driver ojek online atau lainnya, mungkin akan kita rembukan lagi. Atau mungkin, kita akan hadirkan ahli," lanjut Ade.
Perlu diketahui, sebelumnya komunitas mobil yang tergabung dalam Toyota Soluna Community (TSC) menggugat aturan nyetir menggunakan HP ke Mahkamah Konstitusi (MK) tepatnya di Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ.
Pasal tersebut berbunyi; Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
Menurut TSC, aturan itu tidak relevan dengan perkembangan zaman karena telepon kini sudah memiliki banyak fungsi, salah satunya munculnya teknologi GPS.
"Teknologi GPS dapat digunakan keperluan sesuai tujuannya. GPS dapat digunakan oleh peneliti, olahragawan, petani, tentara, pilot, petualang dkk," ujar TSC sebagaimana dikutip dalam materi gugatan di website MK, Rabu (21/3/2018).
Oleh sebab itu, kata 'menggunakan telepon' di pasal di atas dinilai tidak tepat dan multitafsir. Apakah yang dimaksud dengan menggunakan telepon, apakah menggunakan untuk berkomunikasi atau untuk menggunakan GPS.
"Apabila dalam hal menggunakan GPS, maka tentunya tidaklah mengganggu konsentrasi karena pengemudi hanya melihat layar telepon. Layaknya saat pengemudi melihat ke kaca spion atau speedometer. Artinya tidak ada interaksi atau komunikasi dua arah melalui telepon yang dapat mempengaruhi konsentrasi pengemudi kendaraan," paparnya.
"Memohon MK menyatakan frase menggunakan telepon bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dikecualikan untuk penggunaan sistem navigasi yang berbasiskan satelit yang biasa disebut GPS yang terdapat dalam telepon pintar," lanjut TSC. (ruk/rgr)












































Komentar Terbanyak
Puluhan Motor Brebet Habis Isi Pertalite, Bahlil Bilang Begini
Tahun Depan Vietnam Larang Motor Bensin, Jepang Peringatkan Ancaman PHK
Kandasnya Mimpi Mobil Nasional dan Cita-cita Prabowo Bikin Mobil RI