Sejak beberapa tahun terakhir, sejumlah negara seperti Jepang mulai mengembangkan bahan bakar hidrogen untuk kendaraan bermotor. Sebab, selain ramah lingkungan, sumber energinya berlimpah dan bisa ditemukan di mana saja. Lantas, berapa harga bahan bakar hidrogen?
Deputy Education dari Indonesia Fuel Cell and Hydrogen Energy (IFHE), Hary Devianto mengatakan, bahan bakar hidrogen terbagi menjadi beberapa kategori yang dikelompokkan melalui warna-warna tertentu. Namun, untuk membuat publik mudah, dia hanya membaginya menjadi dua: low carbon dan high carbon.
Selain kode hitam dan abu-abu, hidrogen masuk kategori low carbon yang baik dipakai kendaraan bermotor. Hary menjelaskan, harga bahan bakar tersebut kini masih di atas US$ 5 atau Rp 84 ribu per kg. Bahkan, kata dia, ada yang sampai di atas US$ 10 atau 168 ribu per kg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Satu kilogram hidrogen untuk 100 km, itu kan udah terbukti. Nah, target berikutnya adalah US$ 1 (Rp 16 ribuan). Jadi, satu kilogram hidrogen (harganya) US$ 1. Itu pasti udah mengajar seluruh dunia. Sekarang masih di atas US$ 5, bahkan banyak di atas US$ 10," ujar Hary di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/4).
![]() |
Ketika ditanya kapan harga hidrogen bisa US$ 1 per kg, dia belum bisa memberikan kepastian. Namun, intinya, untuk mencapai angka tersebut, ekosistemnya harus lebih dulu terbentuk.
"Jadi strategi negara beda-beda. Karena targetnya adalah renewable energy, ya. Renewable energy tuh, kunci utamanya pertama intermitensi. Yang kedua, location specific. Nah, karena dua kunci itu, kita nggak bisa pukul rata. Jadi, memang harus ekosistem yang membentuk," tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Hary menjelaskan, hidrogen berkode warna abu-abu atau grey jauh lebih murah. Bahkan, tak sampai US$ 2 atau Rp 33 ribuan per kg. Namun, bahan bakar tersebut tak disarankan karena tak masuk kategori hidrogen low carbon.
Grey hydrogen merujuk pada hidrogen yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, seperti gas alam atau batubara, melalui proses kimiawi tanpa penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage, CCS).
"Itu masuknya hidrogen untuk industri, bukan hidrogen untuk energi. Kalau untuk energi itu udah ada komitmen dunia untuk menggunakan low-carbon hydrogen. Sebenarnya itu masih himbauan, tapi kalau Indonesia itu diwajibkan," kata dia.
Sebagai catatan, sejauh ini, hanya ada dua Stasiun pengisian hidrogen (Hydrogen Refueling Station/HRS) di Indonesia, yakni milik PLN di Senayan, Jakarta Pusat dan milik Toyota di Karawang, Jawa Barat.
(sfn/dry)
Komentar Terbanyak
Tampang Mobil Baru Toyota yang Harganya Cuma Rp 130 Jutaan
Tren Banting Harga Mobil China Diklaim Tak Efektif untuk Jangka Panjang
Sertifikat Kursus Nyetir Jadi Syarat Bikin SIM, Gimana kalau Belajar Sendiri?