Ada saja cara orang berduit mengakali pajak progresif kendaraan. Salah satunya membeli kendaraan dengan KTP orang lain ataupun atas nama perusahaan.
Pajak progresif kendaraan diusulkan dihapus. Pajak yang dibebankan kepada pemilik kendaraan atas nama satu identitas dan satu alamat itu dinilai tidak efektif. Bahkan justru membuat mereka yang berduit mengakalinya. Supaya tak kena pajak progresif, biasanya mereka yang sudah lebih dulu memiliki kendaraan akan meminjam identitas orang lain.
Sudah ada beberapa kali temuan pemilik mobil mewah ternyata beralamat di gang sempit. Akses keluar masuk mobil pun sulit. Belum lagi pernah ditemukan juga pemilik mobil mewah justru termasuk dalam penerima bantuan dari pemerintah. Setelah ditelusuri, ternyata identitas mereka hanya dipinjam untuk mengakali pajak progresif kendaraan. Ada juga beberapa yang menggunakan nama perusahaan supaya tidak kena pajak progresif meski memiliki kendaraan lebih dari satu.
Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi mengatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan agar pajak progresif ini dihapus. Dengan begitu, identitas kendaraan dan pemiliknya bisa terdata lebih baik.
"Cuma pinjam STNK menghindari pajak progresif. Mobilnya menggunakan bahan bakar yang harus disubsidi oleh pemerintah ternyata. Ini ketidaktertiban ini harus kami jawab dengan identifikasi tadi," kata Firman saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR.
Sebelumnya, Direktur Penegakan dan Hukum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan pernah mengungkap bahwa dalam data registrasi kendaraan bermotor hampir 30% bukan atas nama pemilik aslinya. Hal ini juga menyulitkan ketika polisi ingin melakukan penindakan hukum. Misalnya saat hendak melakukan tilang ETLE, beberapa kali kejadian salah sasaran. Surat konfirmasi tilang dikirim ke alamat mereka yang justru tidak melakukan pelanggaran lalu lintas.
"Ada dengan pajak progresif ini para pemilik kendaraan ini untuk menghindari pajak progresif itu mengatasnamakan orang lain, mengatasnamakan perusahaan karena pajaknya lebih murah. Ini kita sarankan untuk dihapuskan, biarkanlah, yang terpenting datanya betul," jelas Aan.
Selain pajak progresif, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II atau BBN kendaraan bekas juga diusulkan untuk dihapus. Tarif BBN itu memberatkan bagi mereka yang membeli kendaraan bekas. Beberapa kali ditemukan, tarif BBN lebih mahal dari harga kendaraan bekas itu sendiri. Hal itulah yang membuat masyarakat enggan menunaikan kewajibannya.
Simak Video "Review Toyota New Alphard HEV: Nyaman dan Irit Banget! Tapi Masih Worth It Gak?"
(dry/rgr)