Penyedia Energi Ferrari-Lamborghini Kepincut, Apa Saja Komponen di Nikuba?

Penyedia Energi Ferrari-Lamborghini Kepincut, Apa Saja Komponen di Nikuba?

Tim detikcom - detikOto
Rabu, 05 Jul 2023 12:14 WIB
Nikuba, alat pengonversi air menjadi bahan bakar
Nikuba Foto: Ony Syahroni/detikJabar

Ahli Konversi Energi dari Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri, buka suara soal Nikuba. Dia menjelaskan teknologi pengubah air menjadi hidrogen untuk bahan bakar kendaraan bermotor sejatinya merupakan teknologi lama.

"Itu (teknologi) sudah lama banget. Coba lihat saja di (situs jual beli) Tokopedia, tulis 'Joko Energy', keluar semua alatnya itu. Jadi yang ngembangin udah banyak. Termasuk (tutorialnya) di Youtube, juga udah banyak banget," kata pria yang akrab disapa Yus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yus mengungkapkan teknologi seperti itu sudah dikembangkan sejak 1960-an, karena sudah banyak orang yang mengenal konsep elektrolisa air. Sekadar diketahui, elektrolisa air merupakan penguraian senyawa air (H2O) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen (H2) dengan menggunakan arus listrik yang melalui air tersebut.

"Dan sebetulnya kalau dibilang (teknologi ini) menggantikan bensin, ya nggak juga. Karena nggak bisa, nggak akan cukup," katanya.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, salah satu yang diperdebatkan ialah sumber energi Nikuba. Pasalnya jika hanya mengandalkan aki banyak pihak menduga kendaraan yang memakai Nikuba bisa bikin aki cepat tekor.

Menurut Yus, energi diperlukan untuk elektrolisa air sehingga menjadi H2 dan O2 itu lebih besar daripada energi diperoleh jika H2 itu dibakar dalam mesin. "Sehingga akinya bakal tekor. Mungkin bisa saja sih (alat itu digunakan), tapi kalau pakai yang seperti itu ya nggak akan cukup. Mungkin hanya bisa untuk idle (langsam) saja ya dan itu cuma sebentar," ujar Yus.

Dia menjelaskan untuk bisa menggunakan air sebagai bahan bakar pengganti tidak hanya dibutuhkan aki, tapi tetap membutuhkan bensin. Jika memakai air saja untuk proses ini, hal itu tidak akan cukup.

"Lama-lama aki bisa tekor karena secara keseimbangan energi tidak cukup. Lebih besar untuk memproduksi daripada yang berguna. Jadi tak hanya butuh aki, tapi juga tetap butuh bensin," ucap Yus menegaskan.

Peneliti ahli madya Pusat Riset Material Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Deni Shidqi Khaerudini, menanggapi Nikuba. Masyarakat perlu skeptis atau bersikap kritis terhadap kemunculan Nikuba atau alat sejenis.

"Tentu saja karya inovasi apa pun perlu didukung. Tapi, sekali lagi, lebih baik dan bijak untuk menghindari over-claim," kata Deni Shidqi Khaerudini, kepada detikcom belum lama ini.

Jadi masih butuh listrik untuk memisah hidrogen dan oksigen dalam H2O. Listriknya bisa dari aki atau sumber daya lainnya.

"Masalahnya, elektrolisis ini prosesnya memakan banyak sekali listrik," kata Deni.

Dia menjelaskan, electrolyzer (alat elektrolisis) dengan efisiensi 100 persen membutuhkan 39,4 kWh listrik untuk menghasilkan 1 kg hidrogen. Aki motor memiliki kapasitas penyimpanan listrik sekitar 60 Wh. Padahal efisiensi 100 persen dari electrolyzer adalah hal yang mustahil. Namun, bila diasumsikan efisiensi 100 persen, motor konversi electrolyzer cuma mampu menghasilkan energi sebesar 0,216 MJ (megajoule) atau 0,06 kWh sebelum baterainya habis. Bandingkan hasil energi yang dihasilkan sebesar 0,06 kWh dengan hasil energi yang dibutuhkan sebesar 39,4 kWh.

Bila pakai bensin dengan kapasitas tangki 3,7 liter, energi yang dihasilkan bisa 585 kali lebih besar ketimbang memakai elektrolisis air tadi.

"Elektrolisis hidrogen adalah proses superboros energi dan tidak dapat menjadi alternatif lebih baik daripada bensin untuk sepeda motor. Atau jodoh H2 sendiri memang bukan untuk mesin bakar (ICE), tapi harus menggunakan konversi lain, yaitu fuel cell dan motor listrik," kata Deni.


(riar/dry)

Hide Ads