Kecelakaan menimpa bus pariwisata PO Semeru Putra Transindo di medan ekstrem, Jalan Tembus Sarangan-Tawangmangu, Plaosan, Magetan (4/12/2022). Sebelumnya, pada tanggal 6 Februari 2022 lalu kecelakaan juga dialami PO Gandos Abadi di Jalan Bukit Bego, Bantul, Yogyakarta. Sudah saatnya bus pariwisata dilarang lewat jalan ekstrem!
Kabar duka kembali datang dari dunia bus pariwisata. PO Semeru Putra Transindo yang membawa rombongan wisatawan asal Semarang mendadak hilang kendali saat berada di tikungan menanjak di Magetan, dan berujung terjun ke jurang sedalam 31 meter. Akibat kecelakaan ini, 7 orang meninggal dan 46 lainnya luka-luka.
Sebelum kecelakaan itu, pada awal 2022 kecelakaan juga dialami oleh bus pariwisata PO Gandos Abadi di Bantul. Bus yang saat itu hendak membawa rombongan penumpang ke Pantai Parangtritis itu mengalami rem blong dan menabrak lereng Bukit Bego. Kecelakaan ini membuat 14 orang meninggal, 4 orang luka berat, dan 29 orang luka ringan.
Dalam sebuah forum diskusi yang digelar minggu lalu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyarankan kepada para pembuat kebijakan agar melarang bus-bus pariwisata melewati jalanan ekstrem. Hal ini karena sebagian besar kecelakaan bus pariwisata terjadi di jalur perbukitan atau dataran tinggi, dengan lebar jalan yang sempit.
KNKT menyarankan kepada pengelola tempat wisata atau Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan, agar memindahkan penumpang dari bus ke kendaraan yang lebih kecil.
"(Sarannya untuk) menyediakan terminal transit pada destinasi wisata, untuk memindahkan penumpang bus ke moda kendaraan yang lebih kecil," terang Plt Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan LLAJ KNKT, Ahmad Wildan, dalam Forum Kehumasan dan Media Rilis 'Keselamatan Bus Pariwisata di Indonesia (30/11/2022).
Menurut Wildan, kecelakaan bus pariwisata banyak terjadi di medan-medan ekstrem yang kategorinya sub standar. Kondisi jalan itu umumnya memiliki tanjakan atau turunan yang ekstrem dan kurang lebar, sehingga bus-bus pariwisata dipaksa kerja keras dan ujung-ujungnya mengalami rem blong, berakibat masuk jurang atau menabrak tebing.
"Jadi jalan-jalan sub standar ini bukan jalan yang sengaja dibuat. Itu jalan peninggalan Pangeran Diponegoro, zaman kolonial, dan sebagainya, dibuat oleh masyarakat, terus dilebarin dikit dan dikeraskan pakai aspal. Kelihatannya aman, segalanya bagus. Terus salahnya di mana? Salahnya di geometriknya, dia adalah geometrik trap atau jebakan geometrik. Orang bisa celaka kapan saja di situ," bilang Wildan.
(lua/rgr)