Mobil hingga motor listrik di Indonesia dinilai belum benar-benar bersih. Sebab sumber energi Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih didominasi bersumber dari tenaga fosil yang meninggalkan jejak karbon emisi.
"Kita hanya fokus kepada transportasi yang menjadi pengguna terbesar. Kalau kita hanya mengganti energi listrik, sementara itu sumbernya batu bara, pengurangan karbon tidak signifikan," ujar Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Joni Hermana saat seminar di Surabaya, Selasa (11/10/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Wiluyo Kusdiwaharto memaparkan roadmap proyek yang berlangsung dari 2021 hingga 2060 mendatang dalam hal transisi energi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana jangka pendek PLN soal pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) telah tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Hingga 2030, porsi pembangkit listrik berbasis EBT ditargetkan bertambah sekitar 30 persen.
"Upaya dari sisi hulu kami lakukan berdasarkan RUPTL 2021-2030 saat ini kondisi pembangkit kami existing itu kapasitas total satu Indonesia 66,3 gigawatt. Di mana ini mendominasi pembangkit kami di Indonesia ini pak, jadi 87,1 persen pembangkit PLN yang ada di Indonesia ini adalah PLTU, sedangkan EBT-nya hanya 8,3 gigawatt itu 11,28 persen. Pembangkit fosilnya 57,8 gigawatt," kata Wiluyo dalam paparannya.
"Kami akan kembangkan 20,9 gigawatt dari tahun 2021 sampai 2030, jadi diharapkan nanti 2030 bauran renewable energy menjadi sekitar 30 persen. Jadi nanti masih banyak pembangkit fosil di akhir tahun 2030," sambung dia.
Selain memensiunkan PLTU, PLN juga menggunakan teknologi ultra-supercritical dan co-firing pada PLTU yang saat ini masih beroperasi.
"Untuk yang jangka pendek target kami adalah dari tahun 2021 - 2030 untuk mencapai bauran energi mix 23 persen tahun 2025, kami telah melakukan pengembangan proyek-proyek berbasis EBT (energi baru terbarukan) skala besar, apakah itu PLTA, PLTT, dan lain sebagainya. Kami juga melakukan konversi PLTD, dari PLTD yang berbasis fuel menjadi pembangkit listrik berbasis renewable energy, terutama photovoltaic, ini sudah kami lakukan dengan program kami yang bernama dedieselisasi," ungkap dia.
"Kami juga merencanakan lakukan retirement, memensiunkan beberapa PLTU kami yang berusia tua, tidak efisien di tahap 1 antara satu sampai dua gigawatt sampai dengan tahun 2030. Kami juga sekarang melakukan program co firing dengan melakukan penggantian batu bara menjadi bahan bakar bio massa, apakah itu dari sampah, atau limbah sawit, woodchip lain sebagainya," tambahnya.
"Kami juga mengembangkan program co firing dengan skema hutan tanaman energi menanam daerah kosong dengan tanaman energi seperti gamal dan kaliagra kemudian dijadikan woodchip untuk menggantikan batu bara," sambung Wiluyo.
Program lain yang disiapkan PLN untuk mendukung transisi energi, yaitu ekspansi gas, pengembangan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar, hingga teknologi penangkapan karbon dan hidrogen. PLN diproyeksikan benar-benar meninggalkan fosil pada tahun 2060.
"Untuk long term goal dari 2031 sampai 2060, kami akan melakukan pengembangan secara masif pembangkit EBT, plus dengan baterai energy storage system, dan kami sambungkan ke grid kami, grid interkoneksi, sehingga keandalan listrik yang dihasilkan akan menjadi lebih baik."
"Kami pun akan mengembangkan pembangkit gas kami untuk kami gantikan menjadi co firing hyrdogen. Ini sudah ada beberapa studi, dan akan kami segera melakukan uji coba di beberapa pembangkit-pembangkit gas kami," jelas dia.
"Kemudian kami juga akan melakukan retirement PLTU tahap 2, yaitu memensiunkan pembangkit PLTU kami di tahun 2031 sampai 2060 sehingga pada tahun 2060 nanti pembangkit PLTU kami akan kami gantikan seluruhnya dengan pembangkit-pembangkit renewable energy," tambahnya.
Wiluyo mengatakan setidaknya PLN membutuhkan minimal US$ 700 miliar untuk menyukseskan semua upaya mendukung Carbon Neutral 2060.
"Salah satu tantangan pak, bukan kendala tapi tantangan, ini adalah kami membutuhkan investasi yang cukup besar. Untuk mewujudkan Zero Emisi 2060 kami membutuhkan investasi sebesar 700 miliar USD atau setara Rp 10 ribu triliun," kata dia,
"Untuk itu PLN tidak bisa bekerja sendiri, kami harus menggandeng pihak swasta, kami harus menggandeng pihak lain untuk bersama-sama mengembangkan potensi renewable energy ini sebuah energy yang hijau," jelasnya.
Wiluyo menerangkan Indonesia kaya akan potensi sumber energi terbarukan dengan total 3.686 gigawatt yang bersumber dari energi surya (3.295 gigawatt), hidro (95 gigawatt), bioenergi (57 gigawatt), bayu (155 gigawatt), panas bumi (24 gigawatt), dan laut (60 gigawatt). Pemanfaatan EBT saat ini hanya 0,2 persen dari total potensi.
(riar/lth)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Motor Boleh Wara-wiri di Jalan Tol Malaysia, Gratis