Hampir setiap tahun ada saja kecelakaan yang memakan korban, bahkan banyak kecelakaan parah dan beruntun disebabkan oleh kelalaian pengendara angkutan umum.
Meski demikian Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menilai kecelakaan ini disebabkan beberapa hal, selain itu kecelakaan ini bukan hanya kesalahan pengendara. Dan peran stokeholder dan pemerintah menjadi kunci penting untuk mengurangi tingkat kecelakaan yang disebabkan angkutan umum.
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, menjelaskan Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengidentifikasi sekitar 80 persen faktor penyebab kecelakaan dipicu oleh kelelahan (fatigue) pengemudi yang menyebabkan terjadinya penurunan kewaspadaan micro sleep.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil investigasi KNKT di beberapa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus umum, seperti kejadian kecelakaan Bus Rosalisa Indah di Purbalingga, Bus Tiban Inten di Tol Cipali, Bus Sang Engon di Tol Jatingaleh, Mobil Isuzu Elf di Tol Cipali, PO Bus Ardyansyah di Tol Surabaya-Mojokerto (Sumo). Salah satu penyebabnya kurang waktu istirahat pengemudi, karena memang tidak ada fasilitas yang memberikan fasilitas untuk para pengendara angkutan umum beristirahat.
Djoko menjelaskan saat ini masih jarang ditemukan destinasi wisata yang mau menyediakan tempat istirahat yang memadai bagi pengemudi bus pariwisata. Pengemudi bus pariwisata yang kelelahan akibat kurang istirahat yang cukup dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas.
![]() |
Setiba di tempat tujuan wisata, biasanya pengemudi beserta awak kendaraan tidur di kolong bus. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hendaknya dapat menambahkan persyaratan layanan di tempat wisata yang harus dilengkapi dengan tempat istirahat bagi pengemudi yang mengantarkan pelancong ke tempat wisata-nya.
"Sehingga komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah bersurat ke Menteri Pariwisata tanggal 15 Juni 2017, namun belum ada tanggapan dan tindak lanjutnya hingga sekarang. Kemudian pada 11 November 2021, kembali KNKT menyurati Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perihal Tempat Istirahat Pengemudi Bus Pariwisata. Ruang istirahat bagi pengemudi tidak hanya disediakan di setiap daerah wisata, namun dapat diberikan di setiap Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) atau rest area di sepanjang jalan tol," tulis Djoko.
"Ketersediaan tempat istirahat yang nyaman merupakan cara untuk mengantisipasi kelelahan pengemudi angkutan umum baik yang mengangkut penumpang maupun barang. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat membuat aturan untuk mewajibkan setiap lokasi wisata wajib menyediakan tempat istirahat bagi pengemudi kendaraan pariwisata. Menteri PUPR dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dapat memasukkan dalam SPM Pengelolaan Jalan Tol," Djoko menambahkan.
Dari beberapa penyebab kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sejumlah bus umum, lanjut Djoko. KNKT melihat sejumlah permasalahan saat ini, seperti tidak diatur ketentuan mengenai waktu libur bagi pengemudi, tidak dibedakan mengenai waktu mengemudi malam hari dan siang hari.
Selanjutnya tidak diatur ketentuan mengenai tempat istirahat bagi pengemudi, tidak diatur tentang hak pengemudi selama libur, masih salah mempersepsikan istilah waktu kerja dan waktu mengemudi, dan tidak adanya sistem pengawasan yang efektif terhadap aturan waktu kerja pengemudi.
"Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 77), menyebutkan (1) setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja, (2) waktu kerja (a) 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau (b) 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu; dan (3) ketentuan waktu kerja tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu," kata Djoko.
Selanjutnya yang menjadi penyebab kecelakaan di jalanan juga disebabkan ketidakmampuan pengemudi. Pengemudi tidak mampu mengendalikan kendaraan-nya, disebabkan terdapat masalah teknis pada sistem kendaraan (faktor sarana), pengemudi tidak bisa beradaptasi dengan teknologi kendaraan ( human interface machine)/faktor manusia, dan penurunan situation awareness pada pengemudi akibat Lelah ( fatigue).
Selain itu banyak juga terjadi pengemudi tidak mampu memahami kondisi jalan dan lingkungannya yang disebabkan jalan yang tidak regulating road (di bawah standar), jalan yang kurang informatif ( self explaining road)/minim rambu, dan penurunan situation awareness pada pengemudi akibat lelah ( fatigue).
(lth/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah