Jakarta -
Saat ini masyarakat memang dilarang mudik di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Namun, di lapangan masih ada pemudik colongan yang ditemukan, bahkan ada yang sudah sampai kampung halaman.
Sebelumnya, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menganggap wajar perantau memilih pulang kampung. Soalnya, persediaan logistik dan finansial untuk memperpanjang hidup di perantauan sudah mulai menipis.
"Sudah tidak mampu membayar sewa kontrakan tempat tinggal. Sementara sumber mata pencaharian di Jabodetabek sedang sepi. Rata-rata perantau ini adalah pekerja informal pendapatan harian," sebut Djoko dalam pernyataan yang diterima detikOto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Owner PO Bus Sumber Alam Anthony Steven Hambali memberikan saran agar perantau tidak terlantar di kota dan tetap bisa mudik dengan aman tanpa menjadi pembawa virus. Misalnya, dengan menyediakan transportasi dari satu pintu dan diawasi secara ketat.
"Misalnya dari (terminal) Pulo Gebang untuk keluar dari Jakarta, moda darat katakanlah dari Pulo Gebang semua. Maka semua harus melalui Pulo Gebang, kasih satu posko yang ada rapid test di situ. Rapid test itu di pasaran katakan harganya sekarang masih Rp 250-300. Saya yakin kalau pemerintah yang perintahkan pasti bisa dapat lah sekitar Rp 100 ribu misalkan," kata Anthony yang disampaikan dalam video live di Facebook-nya.
Jadi, menurut Anthony, pemudik yang ingin pulang kampung harus negatif COVID-19 dengan dibuktikan oleh rapid test yang diberlakukan sebelum naik bus. Rapid test itu bisa ditambahkan ke syarat untuk bepergian, seperti yang sudah disyaratkan untuk beberapa kalangan yang boleh bepergian saat ini.
"Jadi orang itu punya kepastian. Kalau nggak travel-travel gelap ini akan terus jalan. Dan saya nggak menyalahkan mereka, karena travel gelap itu sifatnya membantu orang yang benar-benar kepepet di Jakarta, mau pulang nggak bisa," sebutnya.
(Halaman berikutnya, pemudik harus dikarantina)
Selain rapid test, saran Anthony selanjutnya, pemudik juga harus menandatanangi surat pernyataan untuk dikarantina sesampainya di kota tujuan. Karantina ini perlu dilakukan agar pemudik tersebut benar-benar bebas dari virus sehingga tidak menyebarkan ke kampung halamannya.
"Nah karantina ini ada hubungannya sama satu kita minta aman, yang kedua tercatat. Tercatat ini harusnya pakai jalur pemda, misalnya panggil Pemda Purworejo, bikin posko di Pulo Gebang, didata warga Purworejo yang mau pulang, (datang) ke posko Purworejo di Pulo Gebang, rapid test, boleh pulang, tanyai desanya mana, tunjuk PO (bus) mana yang boleh melayani. Katakanlah Sumber Alam, maka (bus) Sumber Alam hanya boleh berhenti di titik ini. Setelah itu petugas yang di sini (kota tujuan pemudik) sudah tahu besok pagi ini ada penumpang Sumber Alam, desa ini, ini, ini, sudah datang semua, sudah dites negatif (COVID-19), tapi perlu dikarantina," sebut Anthony.
Untuk menyiasati tempat karantina yang terbatas, Anthony menyarankan agar disediakan dua lokasi karantina. Kepulangan pemudik juga bisa digilir secara rombongan per 1 minggu sekali. Jadi, misalkan minggu pertama pemudik dikarantina di satu lokasi, minggu kedua di lokasi karantina lain. Sementara rombongan pemudik pada minggu ketiga, bisa menggunakan lokasi karantina pertama yang rombongan pemudik minggu pertama selesai dikarantina.
"Kalau kepulangannya dibuat gelombang seminggu, seminggu, seminggu, dan itu di-rapid test saya yakin ini bisa dikendalikan," sebut Anthony.
"Jadi saya mohon dan saya memberikan masukan kepada pemerintah pusat atau siapa pun yang berwenang, mesti koordinasi. Karena saya yakin kalau Anda (pemudik) semua dikurung di Jakarta, fasilitas kesehatan di Jakarta itu tidak cukup kapasitasnya untuk handle semua. Jadi saya menyarankan justru ini kita bergotong royong, berbagi beban dengan pemda, (pemerintah) pusat berbagi beban dengan pemda. Dan kita ini menyelematkan masyarakat. Ini nggak ngopmong ekonomi, nggak ngomong untung atau rugi," tambahnya.
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah