Beberapa hari lalu, Polda Metro Jaya mengungkap ratusan travel gelap yang kedapatan mengangkut penumpang untuk mudik di tengah larangan mudik Lebaran tahun ini. Dalam tiga hari operasi, sebanyak 202 travel gelap berhasil diamankan.
Semua pengemudi angkutan travel gelap itu dikenakan saksi sesuai Pasal 308 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pasal itu, ancaman hukumannya adalah pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.
Owner PO Bus Sumber Alam Anthony Steven Hambali melihat kejanggalan dari pemberian sanksi kepada travel gelap tersebut. Sebab, sanksinya terbilang kurang tegas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dendanya itu cuma Rp 500 ribu. Karena dia pakai Pasal 308 (UU No. 22 Tahun 2009), yaitu angkutan penumpang tanpa izin. Padahal, tarifnya antara Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu," kata Anthony yang disampaikan dalam video live di Facebook-nya.
"Artinya kalau ketangkap ya hilang (pendapatan dari ongkos) satu penumpang, kalau itu dilepas lagi ya selesai masalahnya. Ini akan terulang lagi. Nah ini tidak akan tercapai tujuan pemerintah untuk membatasi pergerakan manusia. Tapi ya udah lah itu ranahnya mereka, kita nggak bisa apa-apa," kata Anthony.
Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo, mengatakan modus travel gelap itu sebagian menawarkan melalui media sosial dan sebagian dari mulut ke mulut. Tujuan para pemudik hampir ke seluruh kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, seperti ke Cirebon, Pekalongan, Brebes, Tuban, Gresik, Madiun, Yogya, Pemalang, dan Malang. Travel gelap ini memanfaatkan momen pandemi Corona dengan menjual tiket yang sangat mahal.
"Harga tiket cukup mahal bisa 3-4 kali di atas harga normal. Contoh ke Brebes Rp 500 ribu, ke Cirebon Rp 300 ribu, ada yang sampai Rp 750 ribu dan sebagainya," kata Sambodo.
Sopir travel yang tertangkap itu diminta untuk membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya. Kalau tertangkap lagi, sopir travel tersebut akan terancam hukuman lebih berat.
"Apabila tertangkap lagi akan kita kenakan pasal lebih berat, bisa saja Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau pasal KUHP menciptakan kerumunan," ujar Sambodo.
Adapun ancaman sanksi sesuai Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 adalah pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah