Peristiwa Honda CBR1000RR SP diseruduk pemobil Daihatsu Ayla tak terlepas dari suara motor yang nyaring bunyinya. Adakah batas ambang suara kendaraan bermotor di Indonesia?
"Awalnya saya konvoi sama istri saya, rencana mau ke Karanggintung, Sumbang. Istri saya menggunakan motor matik, apalagi konvoi sama istri kan pasti dengan keadaan yang sangat lambat sekali. Sedangkan motor saya kan CC-nya besar, jadi kan memang nyaring bunyinya," kata Dimas, pemotor Honda CBR1000RR SP saat dihubungi detikcom, Jumat (20/11/2020).
Dimas menjelaskan saat mengendarai motor besar dan motor kopling, harus injak gigi dan lepas kopling sambil ngegas saat itu. Sehingga suara motornya sangat nyaring.
Sebelumnya Dimas juga sudah menjelaskan melalui akun instagram pribadinya tentang suara knalpot motornya.
"Saya ditabrak dengan sengaja dengan sengaja oleh si pengendara mobil Ayla, kronologinya pengendara mobil Ayla tidak terima katanya saya geber. Oke saya menyadari, kalau suara motor saya memang kencang sekali. Jadi terserah dia mau bilang geber atau tidak, ya memang suaranya kencang," cerita Dimas seperti dikutip detikcom dari akun instagramnya, Kamis (19/11/2020).
Dalam foto terlihat motor Honda CBR1000RR SP yang ditungganginya sudah diganti menggunakan produk aftermarket.
![]() |
Mengganti knalpot standar dengan produk aftermarket alias racing tidak bisa sembarangan. Sebab di Indonesia juga punya ambang batas suara. Hal itu merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru.
Dalam aturan itu tertulis bahwa batas ambang kebisingan sepeda motor terdiri atas, untuk tipe 80 cc ke bawah maksimal 85 desibel (db). Lalu, tipe 80-175cc maksimal 90 db dan 175cc ke atas maksimal 90 db.
Jika melebihi ambang batas itu pengendara bisa dianggap melanggar karena knalpot dianggap tak laik jalan sesuai dengan UU no.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 285.
"Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)," begitu bunyi aturannya.
Namun satuan angka pada volume suara knalpot tak bisa dihitung dengan pendengaran biasa. Alat hitungnya menjadi penghambat supaya aturan ini semakin kuat ditegakkan.
"Kendala penegakan hukum bagi pengendara sepeda motor yang menggunakan knalpot bising antara lain belum didukung alat uji kebisingan saat melakukan penindakan terhadap knalpot bising tersebut. Mereka tidak punya alat ukurnya yang kuanitatif," kata Pengamat Otomotif, Yannes Martinus Pasaribu saat dihubungi detikcom.
Meski begitu, Yannes memberikan solusi alternatif ada penegak hukum lalu lintas. Ia menyarankan supaya polisi lalu lintas yang bertugas menggunakan sebuah perangkat lunak android yang dapat mengkalkulasi volume suara.
"Bagi pengguna smartphone Android bisa mendownload apps Sound Meter gratisan untuk mengukur kebisingan suara dari knalpot motornya, apakah melanggar atau tidak. Polisi juga dapat menggunakan apps yang sama," ujarnya.
Menurut Yannes aplikasi tersebut sudah cukup akurat dalam menghitung volume suara atau paling tidak mendekati. "Alat ukur ini cukup baik tingkat kepresisiannya dalam skala non-laboratorium," jelasnya.
Simak Video "Catat! Tugas Polantas Tidak Hanya Sebatas Menilang Lho"
[Gambas:Video 20detik]
(riar/riar)
Komentar Terbanyak
Kendaraan Hilang Lapor Polisi, Kena Biaya Berapa?
Bikin Orang Malas Bayar Pajak, BBN Kendaraan Bekas dan Pajak Progresif Dihapus
Rossi Pernah Sebut Marquez 'Biang Masalah' di MotoGP, Kini Banyak yang Percaya?