Hal Ini Bikin Knalpot Bising Susah Diberangus

Hal Ini Bikin Knalpot Bising Susah Diberangus

Rizki Pratama - detikOto
Jumat, 20 Sep 2019 15:03 WIB
Razia Motor Knalpot Bising di Garut Foto: Hakim Ghani
Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup memang sudah menetapkan angka volume batas kebisingan dari suatu kendaraan. Batas itu pun dilaksanakan dan ditegakkan oleh kepolisian lalu lintas mengenai sanksi pelanggarannya.

Namun pada prakteknya di lapangan penegakan sanksi ini masih sulit dilakukan. Pasalnya tidak ada alat pengukur tertentu yang dapat mengikat pelanggar polusi suara ini tak bisa mengelak lagi.

Seperti diketahui dalam Permen Lingkungan Hidup bahwa batas ambang kebisingan sepeda motor terdiri atas, untuk tipe 80 cc ke bawah maksimal 85 desibel (db). Lalu, tipe 80-175cc maksimal 90 db dan 175cc ke atas maksimal 90 db.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu bagaimana penerapannya di jalan raya? Apakah satuan tersebut dapat dinilai secara eksakta oleh kemampuan dengar manusia? Tentu saja tidak. Oleh karena itu aturan ini perlu dukungan teknologi yang dapat digunakan satuan kepolisian lalu lintas dalam penegakan hukumnya.

"Kendala penegakan hukum bagi pengendara sepeda motor yang menggunakan knalpot bising antara lain belum didukung alat uji kebisingan saat melakukan penindakan terhadap knalpot bising tersebut. Mereka tidak punya alat ukurnya yang kuantitatif," tutur Pengamat Otomotif, Yannes Martinus Pasaribu saat dihubungi detikcom.



Sampai saat ini alat pengukuran tingkat kebisingan baru dimiliki terbatas oleh lembaga tertentu. Salah satunya ada pada saat uji kelaikan sepeda motor. Memang pada saat pengujian itu aturan batas kebisingan diterapkan sebelum motor dinyalakan layak jalan

"Knalpot harus sesuai spektek yang ada dalam uji kelaikan jalan oleh lembaga," kata Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP M. Nasir, saat dihubungi detikcom, Kamis (19/9/2019).

Sayang sekali ketersediaan produk modifikasi ini masih dijual bebas di pinggir jalan. Keberadaan barang ini tentu akan menstimulasi orang dan populasi penggunanya tetap menggunakan knalpot yang bising.

"Situasi sosial ini yang dimanfaatkan penjual produk. Biasa, hukum ekonomi, ada permintaan, buatlah supply-nya," jelas Yannes.

Hal di atas pun diiringi dengan kurangnya standardisasi produk ini. Apakah knalpot-knalpot tersebut telah lulus uji standar yang berlaku di Indonesia. Sementara itu pihak kepolisian sebagai penegak hukum tak berwenang mengurusi perdagangan knalpot racing.

"Cara preventif bisa dengan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada pengguna maupun penjual knalpot bising. Tapi, siapa yang mau melakukannya, itu jadi persoalan sendiri," tutup Yannes.


(rip/ddn)

Hide Ads