PO Bus legendaris ini mau tidak mau harus mengikuti tren regulasi pemerintah. Sebagai operator swasta tentunya selain kenyamanan pada penumpang juga memperhitungkan laba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mau tidak mau kita harus ganti kulit. Kita bakalan mati, bisa dibayangkan dengan tarif Rp 3.500 bisa keliling dan transit, artinya dari marketing saja sudah jauh," ujar Akhmad.
Ia juga mengatakan pemerintah bisa mengajak duduk bersama perusahaan transportasi swasta, demi membangun mobilitas masyarakat yang lebih baik.
"Setidaknya pemerintah harus melibatkan operator yang dari awal sudah ikut membangun transportasi publik di DKI Jakarta," kata Akhmad.
"Harapan kita sebagai operator lama dilibatkan, kita sudah tidak bisa bicara opportunity, karena semua sudah diborong Pemerintah. Artinya kita tidak hanya jadi penonton saja," ujar Akhmad.
Kekhawatiran pun muncul kala transportasi semakin bervariasi, masalah waktu tempuh dan harga karcis dirasa membuat bus kota semakin ditinggalkan penggunanya.
"Mau tidak mau kita akan kehilangan pasar, dengan terlibatnya pemerintah memberikan subsidi di seluruh angkutan," tutur Akhmad.
Baca juga: Nasib Bus Kota Renta |
Mayasari Bakti pun mewanti-wanti kemajuan transportasi yang tidak bisa dibendung. Akhmad mengatakan sangat mendukung hal tersebut demi kemaslahatan masyarakat banyak.
"Coba bayangkan kita membuka trayek dari Bogor ke Jakarta, Light Rail Trail (LRT) buka bisa memangkas waktu lebih banyak," kata Akhmad.
"Dengan begitu siapa yang mau naik bus angkutan? artinya kita pun tidak bisa melakukan resistensi penolakan terhadap itu, karena perubahan yang harus kita dukung," tutur Akhmad.
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!