LCGC Tidak Cocok Lagi Disebut Mobil Murah?

LCGC Tidak Cocok Lagi Disebut Mobil Murah?

Ridwan Arifin - detikOto
Selasa, 15 Jul 2025 15:11 WIB
Mobil Low Cost Green Car (LCGC) di GIIAS 2023
Ilustrasi mobil LCGC Foto: Ridwan Arifin
Jakarta - Kenaikan harga mobil secara umum tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat Indonesia, khususnya segmen Low Cost Green Car. Benarkah mobil LCGC sudah tidak pas disebut mobil murah?

Harga termurah LCGC kini sudah berkisar Rp 138-an juta dan termahalnya bahkan menembus Rp 200 juta. Padahal, harga mobil ini saat awal meluncur tahun 2013 adalah sekitar Rp 76 jutaan.

Menurut akademisi dari ITB, Yannes Pasaribu harga mobil makin tinggi namun tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.

"Harga mobil kini tidak lagi proporsional dengan daya beli karena lonjakan harga LCGC yang signifikan, dari tahun 2013 sekitar kurang lebih Rp 85 jutaan jadi mendekati ke Rp 200 juta di 2025. Sejak diluncurkan pertama kali, jauh melampaui kenaikan pendapatan yang hanya sekitar 50-70%," jelas Pengamat Otomotif, Yannes Pasaribu kepada detikOto, Senin (14/7/2025).

Mobil LCGC dirancang dan dipasarkan untuk konsumen yang membutuhkan mobil murah, irit, dan fungsional. Tetapi penjualan LCGC yang turun mencerminkan kondisi ekonomi sehingga orang-orang lebih menahan untuk pembelian mobil.

Opsi lain yang dipilih, kata Yannes, ialah membeli mobil bekas. Sebab saat pembelian mobil baru, konsumen bakal dibebankan oleh berbagai instrumen perpajakan. Apalagi LCGC juga sudah tidak mendapat keistimewaan bebas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Dulu LCGC mendapat keistimewaan karena bebas PPnBM. Berkat kehadiran LCGC, penjualan mobil di Indonesia bisa tembus di atas 1 juta unit. Torehan tertinggi yang belum pernah pecah rekor lagi pada tahun 2013, angkanya mencapai 1.229.811 unit. Selain inflasi, harga mobil LCGC juga dipengaruhi oleh instrumen pajak. Tahun ini LCGC tetap masuk barang yang masuk kategori Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN menjadi 12% ditambah inflasi harga komponen, depresiasi rupiah, serta pungutan pajak daerah (opsen), semakin memperparah beban biaya pembelian kendaraan entry-level ini," jelas Yannes.

"Situasi ini diperumit tekanan ekonomi global yang menciptakan ketidakpastian tinggi, akibatnya mendorong masyarakat untuk menunda pembelian kendaraan baru dan cenderung untuk memilih alternatif mobil bekas atau meningkatkan tabungan mereka untuk belanja kebutuhan rumah tangga dan lainnya yang lebih mendesak," tambah Yannes.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut hampir 70 persen kendaraan yang diminati masyarakat Indonesia adalah mobil seharga Rp 300 juta ke bawah.

Namun menurut Pengamat Otomotif dari LPEM UI, Riyanto, harga mobil baru saat ini tidak diimbangi dengan pendapatan.

"Jarak antara pendapatan dan harga mobil baru makin melebar. Terutama untuk segmen pembeli mobil di bawah harga Rp 300 jutaan," kata Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Riyanto saat dihubungi detikOto, Senin (14/7/2025).




(riar/rgr)

Hide Ads