4 Alasan Mobil Hybrid Diusulkan Dapat Insentif

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Sabtu, 17 Agu 2024 13:26 WIB
Mobil hybrid (Foto: Istimewa)
Jakarta -

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan insentif untuk mobil hybrid. Namun, pemerintah telah menegaskan bahwa tidak akan ada insentif tambahan untuk industri otomotif.

Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto mengatakan, beberapa waktu lalu pihaknya mengusulkan kepada pemerintah bahwa mobil hybrid juga perlu diperhatikan, selain mobil listrik. Apalagi, mobil hybrid adalah 'jembatan' dari mobil bermesin pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) menuju mobil listrik berbasis baterai.

"Kalau dari mobil ICE itu jangan langsung loncat ke BEV atau mobil listrik, tapi ke hybrid dulu saja. Kalau hybrid ini kan mobil masih memakai mesin konvensional dan ada baterainya," kata Jongkie dalam program Autobizz CNBC Indonesia, dikutip Kamis (15/8/2024).

Menurut Jongkie, ada empat alasan atau kriteria mengapa mobil hybrid perlu mendapatkan insentif. Pertama, kata Jongkie, karena mesinnya jarang menyala maka pemakaian bahan bakar minyak (BBM)-nya pun hemat.

"Dan itu cukup signifikan, bisa dikatakan 40-50 persen penghematan BBM-nya," ujar Jongkie.

Kedua, polusi pasti rendah karena mesinnya jarang beroperasi lantaran terbantu dengan motor listrik dan baterainya. Ketiga, lanjut Jongkie, mobil hybrid tidak memerlukan charging station, jadi tidak perlu menunggu sampai infrastrukturnya tersebar.

"Dan keempat adalah production cost mobil hybrid tidak semahal mobil listrik. Jadi sebetulnya perlu dipertimbangkan. Memang sebenarnya kita katakan, insentifnya tidak perlu sebesar dan sebanyak BEV, tapi paling tidak diberikan lah insentif juga supaya berkembang. Nah nanti jadi transisinya pelan-pelan, dari ICE, masuk ke hybrid. Nah hybrid tadi mobilnya masih pakai knalpot, masih pakai radiator, filter dan lain sebagainya. Jadi pabrik komponen pun tidak terlalu terganggu. Baru nanti masuk ke BEV," beber Jongkie.

"Jadi tahapannya begitu di mana-mana. Di dunia itu tahapannya begitu, dari ICE, ke hybrid, lalu ke plug-in hybrid, baru ke BEV. Ini yang terjadi di Thailand (di mana banyak pabrik komponen dan pabrik mobil tutup karena efek dari mobil listrik), jangan sampai ini terjadi di Indonesia. Ini kita harus betul-betul menjaga keseimbangan tadi. Jangan sampai nanti mau loncat tapi jatuh malah," pungkasnya.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah atau menambah kebijakan insentif untuk otomotif. Artinya, tidak ada tambahan aturan insentif untuk kendaraan hybrid.

Sebab, dengan kebijakan insentif fiskal yang ada saat ini seperti untuk mobil listrik atau electric vehicle (EV), penjualan mobil disebut masih bagus. Penjualan mobil hybrid pun dianggap lebih baik dibanding mobil listrik.

"Tentu kalau untuk otomotif, kebijakan sudah dikeluarkan, jadi tidak ada kebijakan perubahan/tambahan lain," kata Airlangga saat konferensi pers penyampaian pertumbuhan ekonomi kuartal 2 2024 belum lama ini.

Menurutnya, mobil hybrid tanpa diberikan insentif angka penjualannya sudah bagus. Bahkan, kata Airlangga, penjualan mobil hybrid dua kali lipat lebih banyak dibanding mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).

"Kalau kita lihat penjualan mobil hybrid itu hampir 2 kali daripada BEV. Jadi sebetulnya produk hybrid itu sudah berjalan dengan mekanisme yang ada sekarang," ujar Airlangga.



Simak Video "Lihat Langsung Suzuki Fronx: Gaya ala SUV Coupe, Sudah Hybrid!"

(rgr/dry)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork