Ini 'Obat Kuat' saat Penjualan Mobil Loyo, Efeknya Menggiurkan

Ini 'Obat Kuat' saat Penjualan Mobil Loyo, Efeknya Menggiurkan

Ridwan Arifin - detikOto
Senin, 15 Jul 2024 13:07 WIB
Sejumlah pengunjung memadati pameran GIIAS 2023 yang berlangsung di ICE, Kabupaten Tangerang, Kamis (10/8/2023). GIIAS 2023 digelar mulai 10 Agustus 2023 sampai dengan 20 Agustus 2023.
GIIAS 2023. Pameran otomotif diharapkan bisa mendongkrak penjualan mobil Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Penjualan mobil stagnan selama 10 tahun terakhir. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah pasar otomotif Indonesia tidak bertumbuh?

Penjualan mobil sejak satu dekade lalu tidak pernah jauh dari angka 1 juta unit.

"Market lokalnya memang mengalami problem, sudah 10 tahun. Ini penyakit kalau sudah 10 tahun, harus segera diobati, kalau tidak kan, nunggu apa? Nunggu parah akan berbahaya," ujar Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI, Riyanto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rentetan sebab yang bikin pasar mobil mentok di angka satu juta unit adalah lantaran harga mobil yang naik lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan inflasi.

Selain harga mobil yang terkerek naik laju inflasi namun tidak seimbang dengan pendapatan per kapita, terdapat juga faktor ekonomi makro lainnya seperti nilai tukar dan tingkat suku bunga berpengaruh signifikan terhadap penjualan mobil.

ADVERTISEMENT

Penjualan mobil tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2013 yang mencapai 1.229.811 unit, kemudian terus merosot di tahun berikutnya namun tetap berada di level satu jutaan

Berdasarkan temuan LPEM FEB UI, penurunan pangsa pasar mobil di Jawa dan Bali sebesar 33 persen secara kumulatif pada periode 2013 hingga 2022.

Sementara, di luar Jawa pangsa pasar mengalami peningkatan. Lima provinsi dengan penjualan tertinggi yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Tengah.

Jika penjualan mobil periode 2013-2022 di wilayah Pulau Jawa tidak menurun (tetap) atau bahkan naik, sementara performance pasar mobil di luar Jawa seperti yang terjadi pada periode 2013-2022, maka penjualan mobil di Indonesia tahun 2022 akan melebihi 1,3 juta unit atau sudah melampaui penjualan mobil tahun 2013.

Faktanya penjualan otomotif terlihat lesu, seperti dikutip dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) sepanjang Januari sampai dengan Juni 2024 tercatat hanya sebanyak 408.012 unit. Angka itu turun 19,4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit.

Berdasarkan kajian dari LPEM UI, penyebab tren negatif penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi penurunan daya beli masyarakat. Untuk itu diperlukan lagi paket kebijakan fiskal dari pemerintah, misalnya PPnBM DTP seperti era pandemi silam. Obat berupa diskon PPnBM DTP bisa mengatasi pasar otomotif yang sedang lesu.

Penghilangan sumber pendapatan pemerintah dari PPnBM tentu akan menurunkan pendapatan. Tetapi bisa jadi hal ini akan terkompensasi oleh adanya peningkatan permintaan serta peningkatan produksi dari industri manufaktur.

"Di satu sisi mungkin PPnBM turun, tapi di satu sisi PPN akan meningkat, termasuk PKB, dan BBNKB, di samping itu karena ini akan memperluas produksi mobil, maupun industri suku cadang akan meningkat, supply chain industri meningkat, kita ada peningkatan PPh badan, ataupun PPh orang pribadi," kata Riyanto.

"Dampaknya ada penciptaan lapangan kerja, dan juga biasanya investor kalau market-nya berkembang melihat juga, meningkatkan investasi kita, multiplier effect sekitar 1,6 juta jadi GDP sektor industri otomotif itu 1 juta perekonomian naik 1,6 juta," jelasnya lagi.

Dengan sibuknya permintaan, pabrikan beserta mata rantainya pasti meningkatkan kapasitas produksi.

"Termasuk tenaga kerja, artinya kalau ada tambahan 1 tenaga kerja di sektor otomotif, perekonomian kita akan meng-create jadi dua tenaga kerja. Jadi kalau otomotif tambah 1.000 bekerja dampak langsung dan tidak langsungnya sekitar 2.000. Ini perlu dipertimbangkan," kata dia lagi.

Riyanto lalu menghitung berapa besar efek mobil kelas Low MPV yang mendapatkan diskon PPnBM. Mobil jenis ini diketahui kena PPnBM 15 persen.

"Kira-kira yang harganya 199 juta off the road, tapi kena pajak itu harga barunya sampai Rp 280 juta, ini harga sebagian besar market kita di situ."

"Kalau kasih PPnBM diskon 5 persen dari 15 ke 10 persen. Itu ada tambahan permintaan kira-kira 53 ribu unit."

Lebih lanjut jika diskon PPnBM 50 persen, atau dari 15 persen ke 7,5 persen, dia mengatakan ada tambahan permintaan 80 ribu unit.

Kemudian simulasi PPnBM cuma dikenakan 5 persen, bakal terjadi tambahan sekitar 107 ribu unit.

"Apalagi kalau free, 2021 kan kita itu diskon PPnBM 100 persen selama beberapa bulan. Jadi PPnBM nol persen jadi tambahannya 160 ribu unit. Ini cukup besar, saya rasa market kita dengan insentif ini bisa tembus ke tahun 2012 ke 2013," jelas dia.

"Sumbangan GDP secara total kalau diberi insentif meningkat jadi 0,7 persen. Tenaga kerja dengan insentif ada sekitar 7 ribu industri dan suku cadang, ada 15.790 tenaga kerja. Kalau free bisa sampai (tambahan) 47 ribu," urai dia lagi.




(riar/rgr)

Hide Ads