Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto mengklaim, mobil hybrid layak mendapat tambahan insentif. Sebab, kata dia, kendaraan hibrida 50 persen lebih ramah lingkungan ketimbang mobil ICE (internal combustion engine).
Riyanto menjelaskan, pengurangan emisi dua mobil hybrid setara satu mobil listrik murni. Itulah mengapa, dia berharap, ada intensif tambahan untuk kendaraan hibrida berupa pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
"Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN dan PKB. Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50 persen. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif," ujar Riyanto di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Selasa (8/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Saat ini, PKB dan BBNKB mobil hybrid sama seperti mobil bermesin pembakaran internal, yakni 12,5 persen dan 1,75 persen, sehingga totalnya mencapai 14,25 persen. Sedangkan tarif PPnBM mencapai 6 persen, sesuai PP 74 tahun 2021.
Sementara mobil listrik berbasis baterai diganjar PPnBM, PKB, dan BBNKB 0 persen. Selain itu, kendaraan tersebut mendapatkan diskon pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen menjadi 1 persen dari yang semula 11 persen.
Tarif PKB dan BBNKB mobil hybrid diusulkan dipangkas menjadi masing-masing 7,5 persen dan 1,31 persen, sehingga totalnya mencapai 8,81 persen. Adapun PPnBM mobil hybrid diusulkan diturunkan ke 0 persen atau minimal sama seperti LCGC sebesar 3 persen.
Rentetan insentif itu diyakini bisa memangkas harga mobil hybrid 8-11 persen. Maka, harga kendaraan yang kini masih Rp 450 jutaan bisa turun menjadi Rp 400 jutaan atau bahkan lebih murah lagi.
"BEV memang bisa menurunkan emisi sesuai target pemerintah. Akan tetapi, bisakah volume penjualan BEV sesuai target pemerintah untuk mengurangi emisi?" kata dia.
![]() |
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengkaji pemberian tambahan insentif mobil hybrid di luar PPnBM 6 persen. Konsep Kemenperin, yang menjadi dasar pemberian insentif adalah emisi karbon yang dihasilkan kendaraan. Semakin rendah emisi, mobil hybrid layak diberikan insentif, kendati bentuknya belum dirumuskan.
"Posisi Indonesia masih ditunjang industri yang berbasis ICE. ICE ini bukan berarti dia tidak berkontribusi menurunkan karbon, di sinilah tekanan dunia untuk menurunkan karbon melalui inovasi teknologi," ungkap Taufiek Bawazier selaku Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin.
"Kita lihat muncullah hybrid, teknologi baterai, oleh karena itu saya katakan bahwa otomotif dunia ini dalam suatu ruang kompetitif dalam mencapai carbon reduction," kata dia menambahkan.
(sfn/sfn)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Bayar Pajak STNK Masih Datang ke Samsat? Kuno! Ini Cara Bayar Pakai HP