Pabrikan kendaraan listrik saat ini berlomba-lomba menghadirkan mobil listrik yang bisa menjangkau jarak jauh. Untuk menjangkau jarak jauh itu, dibutuhkan baterai yang besar.
Padahal, menurut Project General Manager Toyota Daihatsu Engineering & Manufacturing, Co. Ltd. Indra Chandra Setiawan mobil listrik tidak perlu baterai yang terlalu besar. Yang dibutuhkan saat ini adalah ketersediaan infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
"Yang menarik sebenarnya, di mobil listrik itu bukan range anxiety (kecemasan terhadap daya jangkau mobil listrik dengan sisa energi baterai), tapi adalah charging anxiety (kecemasan terhadap ada/tidaknya fasilitas charger). Jadi kita nggak perlu baterai yang besar-besar, kalau charger-nya ada," ujar Indra dalam acara 'Seminar Nasional: 100 Tahun Industri Otomotif Indonesia, Strategi Transisi pengembangan Teknologi Elektrifikasi dan Manajemen Unit In Operation Menuju Net Zero Emission di Indonesia', Kamis (1/12/2022).
"Misalnya dari sini ke Cirebon sudah 100 charger, ya saya nggak perlu (baterai) 70 kilowatt kan. Saya cukup 30 kilowatt tapi setiap saya berhenti ada charger," sambungnya.
Menurutnya, 80 persen pemakaian kendaraan listrik itu idle atau berhenti, dan 20% dipakai. Artinya, kata Indra, sayang kalau baterai terlalu besar tapi dipakainya sedikit.
"Sangat sayang, karena 80 persennya itu setop, untuk parkir. Padahal yang kita keruk dari tanah (untuk material baterai) itu sudah sebanyak itu. Ini yang perlu kita pikirkan kembali bagaimana optimasi ini," ucapnya.
Memang, saat ini fasilitas SPKLU masih terbatas di dalam kota maupun luar kota. Di sisi lain, diperlukan waktu lama 4-6 jam untuk pengisian daya listrik setiap kendaraan agar terisi penuh. Makanya, tantangan mobil listrik saat ini adalah SPKLU harus diperbanyak.
Simak Video "Video Bahlil Menghadap Prabowo, Bahas Hilirisasi Nikel-Bangun Kilang DME"
(rgr/lth)