Tantangan Jual Mobil Listrik, Baru 40 Persen Orang Indonesia yang Mau Beli

Tantangan Jual Mobil Listrik, Baru 40 Persen Orang Indonesia yang Mau Beli

Ridwan Arifin - detikOto
Senin, 07 Des 2020 18:48 WIB
Konvoi kendaraan listrik dari Jakarta menuju Serpong
Nissan Leaf Foto: Nissan Motor Indonesia
Jakarta -

Nissan Motor Indonesia (NMI) tak kunjung juga meluncurkan Nissan Leaf di Tanah Air. Di sisi lain belum banyak orang Indonesia yang tertarik memiliki mobil tanpa emisi tersebut.

Berdasarkan survei yang dilakukan pihak NMI, kurang dari 50 persen orang Indonesia berniat untuk mengganti mobilnya ke tenaga listrik. Meski demikian, Coki Panjaitan, Deputy Director External and Goverment Affairs PT Nissan Motor Indonesia menyebut hal ini sebagai potensi besar.

"Kita pernah melakukan survei, di sini dikatakan 41 persen survei yang menyatakan mereka akan membeli EV (Electric Vehicles). Dan Indonesia itu potensialnya berpendapat bahwa environmetal awareness-nya (kesadaran terhadap lingkungan) menjadi faktor nomor 1," ujar Coki saat diskusi di Jakarta Selatan, Senin (7/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia melanjutkan mobil listrik adalah solusi dalam mengurangi polusi udara dan suara di kota-kota besar. Terlebih survei dari Frost & Sullivan yang dilakukan tahun lalu, menyebutkan pada 2050 mendatang sebanyak 2 dari 3 penduduk di Indonesia akan memadati kota besar karena urbanisasi.

Sebagai transisi, pihak Nissan mulai memasarkan Kicks E-Power bisa menjadi penghubung konsumen mobil bensin yang akan beralih ke mobil listrik.

ADVERTISEMENT

Namun berdasarkan studi Nissan, ada beberapa kendala yang bisa menghambat penjualan mobil listrik di Indonesia. Pertama adalah mengenai harga, yang belum menjangkau dengan segmentasi menengah atau setara mobil-mobil terlaris di Indonesia seperti Low MPV atau Low Cost Green Car (LCGC).

Review Nissan Kicks E-PowerReview Nissan Kicks E-Power Foto: Rizki Pratama

"Satu mengenai harga, jadi masyarakat masih berharap ada insentif, dan dari insentif khususnya di fiskal, dan yang akan menjadi bonus tentu non fiskal juga (pembebasan ganjil genap, tarif parkir)," jelas Coki.

Kemudian kekhawatiran masyarakat akan mobil listrik. Mulai dari sisi keamanan, sebab masih banyak calon konsumen yang menanyakan keandalan dan keamanan baterai mobil listrik dalam kondisi banjir atau jika melalui jalanan yang bisa mengguncang cukup parah. Lalu daya tempuh baterai.

"Kedua adalah dari segi seaman apa baterainya, dalam kondisi banjir misalnya, dalam kondisi-kondisi jalanan yang sangat jelek sekali, guncangan besar dan sangat parah," kata Coki.

"Yang ketiga, tantangannya adalah bagaimana jarak tempuh, misalnya handphone dia butuh baterai dengan komunikasi yang sangat intens, itu mungkin dia bisa lakukan dengan power bank," sambung Coki.

Lebih lanjut ia menjelaskan jika Nissan Leaf sudah bisa mewakili rata-rata perjalanan orang Indonesia. Meski infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) belum tersebar merata.

"Rata-rata (jarak berkendara) sekitar 70 persen itu 50 kilometer per hari, jadi kalau misalkan Leaf itu 320 kilometer, paling tidak lima sampai enam hari dipakai pun dia tidak perlu nge-charge."

"Tapi itu kembali menjadi mindset dari bensin yang banyak SPBU, 5-10 menit selesai full tank, sementara untuk kendaraan baterai EV untuk yang fast charging 50 ribu kilowatt 30 - 40 menit (baru) full tank, tapi memang bagaimana mengedukasi sebenarnya yang dibutuhkan berapa. Sebenarnya juga tidak perlu kekhawatiran, karena diberikan charging portable yang bisa di-charge di rumah yang memang butuh waktu 10 jam misalkan, tapi kan kalau dia mulai mengisi sepulang kerja dari jam 9 malam, saat bangun sudah 100 persen, itu dari kondisi dari nol," jelas Coki.

Indonesia memiliki roadmap pada tahun 2025 jumlah kendaraan pasar domestik mencapai 2 juta dan kira-kira 20 persen atau 400 ribu adalah kendaraan listrik. Coki melanjutkan harga mobil bisa ditekan andai ditemukan inovasi yang bisa menekan harga baterai mobil listrik.

"Kita melihat teknologi baterai akan semakin maju dan juga akan semakin murah diharapkan kapasitas semakin besar dengan harga yang semakin terjangkau, sehingga itu akan bisa masuk ke dalam pangsa pasar ke masyarakat menengah. Jadi kembali ke pada teknologi, dan harga baterai itu semakin ditekan supaya bisa lebih murah lagi sesuai dengan perkembangan zaman," kata Coki.




(riar/lth)

Hide Ads