Mobil Listrik Jangan Hanya 'Indah' Jadi Wacana

Mobil Listrik Jangan Hanya 'Indah' Jadi Wacana

Ridwan Arifin - detikOto
Selasa, 28 Jan 2020 16:50 WIB
Konvoi kendaraan listrik Jakarta Langit Biru (Eva/detikcom)
Foto: Konvoi kendaraan listrik Jakarta Langit Biru (Eva/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi mengeluarkan insentif pembebasan pajak Bea Balik Nama Kendaran (BBN-KB) untuk mobil listrik berbasis baterai murni (BEV). Tapi baru ada dua merek mobil BEV di Tanah Air yakni BMW dan Tesla melalui importir umum, harganya pun masih tembus di atas Rp 1 miliar.

Mengendalikan kualitas udara di Jakarta serta mendukung percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL) jadi tujuan Pemprov DKI menerbitkan kado spesial bagi kendaraaan listrik.

Pengamat Otomotif Bebin Djuana menyambut positif dengan lahirnya insentif ini terutama menyoal isu kualitas udara serta penghematan BBM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun di sisi lain, harga mobil listrik saat ini masih belum bisa terjangkau masyarakat luas. Melambungnya harga mobil listrik, di satu sisi juga karena statusnya yang masih Completely Built Up (CBU).

"Kebijakan ini membuat kepemilikan EV (electric vehicles) menjadi menarik. Tapi harus disertai pembebasan bea masuk dan pajak-pajak lainnya supaya EV menjadi terjangkau," kata Bebin kepada detikcom, Selasa (28/1/2020).

ADVERTISEMENT

Menurut Bebin masih sangat kurang bila hanya melakukan pembebasan BBN-KB, di satu sisi ingin mendorong shifting besar-besaran dari mobil berbahan bakar bensin ke listrik.

"Jika tidak diberlakukan bersama, EV hanya indah sebagai "wacana"," kata Bebin.

"Masyarakat perlu pembelajaran ketika beralih ke EV, jangan sampai harganya terlalu mahal sehingga yang mampu beli mengerucut di kalangan terbatas," ungkap Bebin.

Memang dalam Perpres Mobil Listrik hanya produsen mobil yang mau berinvestasi di Indonesia saja yang mendapatkan insentif.

Di dalamnya juga disinggung dengan Persentase Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk tahap awal pengembangan. Persentase konten lokal dalam beleid tersebut diatur berdasarkan jangka waktu tertentu dan terus meningkat hingga mencapai 80 persen setelah 2025.




(riar/lth)

Hide Ads