Xpander Belum Setara Avanza, LCGC Kalah Pamor dengan Xmax Cs

Berita Terpopuler

Xpander Belum Setara Avanza, LCGC Kalah Pamor dengan Xmax Cs

Dina Rayanti - detikOto
Kamis, 14 Mar 2019 07:18 WIB
Xpander Belum Setara Avanza, LCGC Kalah Pamor dengan Xmax Cs
Foto: Agung Pambudhy
Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak pada mobil murah Low Cost Green Car (LCGC). Mobil LCGC yang sebelumnya terkena PPnBM 0% akan dinaikkan menjadi 3%.

Hal itu lantaran skema PPnBM yang baru tak lagi berdasarkan kapasitas mesin melainkan emisi CO2 yang dikeluarkan. Sekadar diketahui, skema perpajakan kendaraan saat ini besaran pengenaan PPnBM untuk mobil dihitung berdasarkan cc atau kapasitas mesin. Semakin besar cc-nya maka semakin besar pengenaan pajaknya.

Sementara dalam perubahan skema yang diusulkan Kementerian Keuangan, prinsip pengenaan PPnBM berdasarkan emisi CO2. Semakin rendah emisinya maka akan semakin rendah pajak yang dikenakan.

Meski PPnBM akan naik nantinya, diperkirakan harga LCGC masih lebih murah daripada mobil-mobil Low MPV. Misalnya model LCGC paling mahal yakni Honda Brio Satya dengan banderol Rp 163,5 juta kalau naik tiga persen maka harganya menjadi Rp 168.405.000.

Atau LCGC paling mahal keluaran Toyota Agya yang dibanderol Rp 157,35 juta. Jika ditambah dengan pajak PPnBM 3 persen, harga Agya bisa naik menjadi Rp 162.070.500.

Harga tersebut masih lebih murah dari Low MPV seperti Avanza Cs. Avanza paling murah ditawarkan dengan harga Rp 191,1 juta. Atau Low MPV Mobilio yang dijual Honda Rp 194 juta. Namun jika dibandingkan dengan Low MPV China Wuling Confero, deretan LCGC tersebut masih terbilang mahal.

Confero dijual Wuling dengan harga mulai Rp 143,8 juta sedangkan varian termahalnya Rp 178,8 juta.

Saat dikonfirmasi, salah satu produsen mobil LCGC, Toyota, mengaku siap jika nantinya aturan tersebut diberlakukan. Soal harga, Executive General Manager PT Toyota Astra Motor Fransiscus Soerjopranoto menegaskan bisa saja LCGC tetap dijual dengan banderolan yang sama seperti sekarang.

"Setiap kenaikan yang terjadi nggak dibebankan ke pasar, misalnya kenaikan harga itu perannya produsen. Produsen akan melakukan adjustment apa dari mesin diubah misal efisiensi BBM dari 1:20 jadi 1:27 kalau itu berhasil itu nggak usah naik (harga)," jelas pria dengan sapaan akrab Soerjo ketika dikonfirmasi detikcom, Rabu (13/3/2019).


Hide Ads