Pajak Mobil Hybrid Bisa Naik, Begini Kata Kemenperin

Pajak Mobil Hybrid Bisa Naik, Begini Kata Kemenperin

Ridwan Arifin - detikOto
Senin, 22 Jul 2024 07:37 WIB
Toyota Yaris Cross Hybrid diuji ekstrem dengan bensin Rp 100 ribu untuk menempuh Jakarta-Bandung.
Ilustrasi mobil hybrid Foto: 20detik
Jakarta -

Mobil elektrifikasi jenis hybrid masih kalah insentif dari battery electric vehicles (BEV). Kementerian Perindustrian masih berupaya melakukan harmonisasi pajak supaya tidak ketinggalan dari rival terdekatnya dengan pajak lebih kompetitif, Thailand.

Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Putu Juli Ardika menjelaskan pihaknya akan berupaya untuk membuat pajak mobil hybrid semakin kompetitif.

"Nanti kita lihat perkembangannya, ini sekarang baru wacana. Nanti kita coba dorong biar bisa minimal diharmonisasi, kita tidak kalah jauh daripada Thailand. Karena rival kita kan di Thailand," ujar Putu di Subang, Jawa Barat, belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pajak mobil hybrid berpotensi naik. Saat ini pemerintah memberi karpet merah untuk produsen mobil listrik berbasis battery electric. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021, mobil listrik dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dalam beleid tersebut mobil hybrid dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP). Dasar pengenaan pajak itu besarannya bervariasi mulai dari 40 persen hingga 80 persen dari harga jual. Tergantung dari tingkat kapasitas mesin, konsumsi BBM, dan emisi yang dikeluarkan.

ADVERTISEMENT

Prinsipnya makin irit dan ramah lingkungan maka dikenakan PPnBM paling rendah.

Lebih lanjut dalam PP 74 tahun 2021 juga disebutkan, DPP dengan tarif baru untuk mobil hybrid bakal dikenakan jika:

"Adanya realisasi investasi paling sedikit Rp 5.000.000.000.000,00 (lima triliun Rupiah) pada industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles," bunyi pasal 36B.

Ini berlaku setelah jangka waktu dua tahun setelah adanya realisasi atau saat industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles mulai berproduksi komersial.

Adapun kenaikan pajak itu ditandai dengan makin tingginya DPP untuk mobil hybrid, besarannya bervariasi.

Misalnya untuk mobil hybrid yang dikelompokkan dalam pasal 26: kapasitas mesin sampai 3.000 cc, konsumsi BBM lebih dari 23 km/liter. Kelompok mobil hybrid ini bakal dikenakan tarif PPnBM 15 persen dengan dasar DPP sebesar 66 2/3 persen, (sebelumnya DPP 40 persen).

Praktis jika dikenakan tarif baru tersebut, mobil hybrid bisa terkerek naik harganya.

Putu mengaku sudah mendapatkan masukan terkait insentif apa saja untuk menjadi wacana harmonisasi pajak kendaraan yang ramah lingkungan.

"Target semakin cepat (harmonisasi), semakin bagus. Kalau target, kita lihat dulu prosesnya," ujar Putu.

Seperti diketahui baru-baru ini Hyundai sudah mulai melokalisasi ekosistem industri BEV, dari hulu hingga hilir, mulai produksi sampai baterainya.

Akumulasi nilai proyek ekosistem baterai kendaraan listrik tersebut mencapai US$ 9,8 miliar atau sekitar Rp 160 triliun dengan rincian investasi, di antaranya: pengolahan USD 850 juta, pertambangan USD 4 miliar, pre-kursor/katoda USD 1,8 miliar, dan pabrik sel baterai USD 3,2 miliar. Sedangkan untuk pabrik mobil saja, pabrik Hyundai menelan investasi sekitar USD 1,2-2,2 miliar (Rp 19-36 triliun).




(riar/rgr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads