Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menerbitkan aturan baru mengenai insentif untuk mobil listrik. Kini, mobil listrik impor CBU dan rakitan lokal (CKD) dibebaskan dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Ini syaratnya.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Tertulis dalam Pasal 2 ayat (1) PMK No. 9 Tahun 2024, PPnBM yang terutang atas impor mobil listrik berbasis baterai CBU (completely built up/impor dalam bentuk mobil utuh) oleh pelaku usaha ditanggung pemerintah untuk anggaran 2024. Selain itu, PPnBM mobil listrik CKD atau rakitan lokal juga ditanggung pemerintah untuk tahun anggaran 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mobil listrik CBU dan CKD yang memenuhi syarat maka PPnBM-nya akan ditanggung pemerintah sebesar 100 persen. PPnBM yang ditanggung Pemerintah ini diberikan untuk masa pajak Januari 2024 sampai Desember 2024.
Tapi, mobil listrik CBU dan CKD yang mendapatkan insentif ini harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri investasi. Aturan menteri investasi itu mengatur mengenai pedoman dan tata kelola pemberian insentif impor dan/atau penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat dalam rangka percepatan investasi.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Pedoman dan Tata Kelola Pemberian Insentif Impor dan/atau Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Dalam Rangka Percepatan Investasi. Di dalam aturan itu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar mobil listrik dapat insentif ini.
Adapun insentif yang didapatkan berdasarkan Peraturan Menteri Investasi No. 6 Tahun 2023 antara lain bea masuk tarif nol persen dan PPnBM ditanggung pemerintah.
"Pelaku Usaha dapat diberikan insentif atas KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat, dengan jumlah tertentu yang akan dirakit di Indonesia dengan capaian TKDN paling rendah 20% dan paling tinggi kurang dari 40% dalam jangka waktu pemanfaatan insentif, berupa:
a. bea masuk tarif 0% (nol persen) atas impor KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat; dan
b. PPnBM ditanggung pemerintah atas penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat yang diproduksi dari KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat yang diberikan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf a," demikian dikutip dari pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Investasi No. 6 Tahun 2023.
Dilanjutkan pada ayat (4), untuk mendapatkan insentif, Pelaku Usaha harus berkomitmen untuk memproduksi mobil listriknya di Indonesia yang memenuhi spesifikasi teknis. Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria investasi sebagai berikut:
a. perusahaan industri yang akan membangun fasilitas manufaktur KBL (kendaraan bermotor listrik) Berbasis Baterai Roda Empat di Indonesia;
b. perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur kendaraan bermotor berbasis motor bakar (internal combussion engine) roda empat di Indonesia yang akan melakukan alih produksi menjadi KBL Berbasis Baterai Roda Empat, baik sebagian atau keseluruhan; dan/atau
c. perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur KBL Berbasis Baterai Roda Empat di Indonesia dalam rangka pengenalan produk baru dengan cara peningkatan rencana dan/atau kapasitas produksi, tidak termasuk dalam rangka penganekaan produk tanpa peningkatan rencana dan/atau kapasitas produksi.
Menurut pasal 2 ayat (6), pemanfaatan insentif tersebut berlaku sejak peraturan diundangkan hingga 31 Desember 2025. Namun, akan menagih komitmen investasi dan produksi para pelaku usaha.
Mereka diwajibkan memproduksi mobil listrik paling lambat 31 Desember 2027 dan harus memenuhi target minimum capaian TKDN sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan.
Pemerintah juga menyiapkan sanksi untuk penerima insentif impor yang tak mematuhi komitmen tersebut. Pada pasal 10 ayat 7 dan 8 dijelaskan, sanksi yang dibayar ke pemerintah senilai insentif yang sudah dimanfaatkan. Surat pengenaan sanksi tersebut sebagai dasar pelaku usaha melakukan pembayaran sanksi ke kas negara.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Mobil Esemka Digugat, PT SMK Tolak Pabrik Diperiksa
Syarat Perpanjang SIM 2025, Wajib Sertakan Ini Sekarang
7 Mobil-motor Wapres Gibran yang Lapor Punya Harta Rp 25 Miliar