Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan terkait masa berlaku surat izin mengemudi (SIM) yang diharapkan bisa seumur hidup. Artinya, SIM harus tetap diperpanjang lima tahun sekali sesuai undang-undang.
Seorang advokat bernama Arifin Purwanto meminta agar masa berlaku SIM yang hanya lima tahun dipertimbangkan kembali. Arifin menganggap masa berlaku SIM harusnya bisa seumur seperti KTP elektronik, bukan cuma lima tahun. Arifin merasa dirugikan bila harus memperpanjang SIM setiap lima tahun sekali.
Namun, tujuh Hakim Konstitusi menyatakan menolak gugatan Arifin Purwanto terkait masa berlaku SIM ini. Ketua MK Anwar Usman yang juga merangkap anggota Hakim Konstitusi dalam konklusinya menyatakan menolak gugatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan seterusnya, amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman seraya mengetuk palu dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara No. 42/PUU-XXI/2023, Kamis (14/9/2023).
Hal ini diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh tujuh Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap anggota, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Manahan M.P. Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams masing-masing sebagai anggota.
Dalam pertimbangannya, Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa SIM tak bisa disamakan dengan KTP yang masa berlakunya bisa seumur hidup. Sebab, fungsinya berbeda antara KTP dan SIM.
"Menurut Mahkamah, meskipun antara KTP-el dan SIM adalah sama-sama dokumen yang memuat mengenai identitas, namun memiliki fungsi yang berbeda. Dalam hal ini, KTP-el adalah dokumen kependudukan yang kepemilikannya diwajibkan kepada semua warga Negara Indonesia, sedangkan SIM merupakan dokumen surat izin dalam mengemudi kendaraan bermotor dan tidak semua warga Indonesia diwajibkan untuk untuk memilikinya. Karena yang wajib memilikinya hanya orang-orang yang akan mengendarai kendaraan bermotor dan yang telah memenuhi persyaratan SIM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," jelas Enny.
Menurutnya, penggunaan SIM perlu dievaluasi. Sebab, penggunaan SIM dipengaruhi oleh kondisi dan kompetensi seseorang yang bisa saja berbeda dalam kurun waktu tertentu. Hal itu berkaitan erat dengan keselamatan dalam berlalu lintas.
"Berkaitan dengan batas waktu lima tahun sebagai jangka waktu berlakunya SIM telah ditentukan oleh pembentuk undang-undang karena diperlukannya fase untuk melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kondisi kesehatan jasmani dan rohani serta kompetensi atau keterampilan pengemudi dengan mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu, sejauh ini masa berlaku lima tahun tersebut dinilai cukup beralasan untuk melakukan evaluasi terhadap perubahan yang dapat terjadi pada pemegang SIM," bebernya.
Lanjut Enny, dalam batas penalaran yang wajar, ada kemungkinan terjadinya perubahan pada kondisi kesehatan jasmani dan rohani pemegang SIM. Hal itu dapat berpengaruh pada kompetensi atau keterampilan dalam mengemudi kendaraan bermotor
"Perubahan tersebut dapat terjadi pada kemampuan penglihatan, pendengaran, fungsi gerak, kemampuan kognitif, psikomotorik, dan/atau kepribadian pemegang SIM yang semuanya berdampak pada kemampuan pengemudi mengemudikan kendaraan bermotor dan berlalu lintas di jalan sesuai dengan jenis SIM yang dimilikinya," katanya.
Terlebih, lanjut Enny, dalam rentang waktu lima tahun juga terbuka kemungkinan terjadinya perubahan pada identitas pemegang SIM seperti nama, wajah, alamat, dan bahkan sidik jari. "Hal ini sejalan dengan kondisi masyarakat modern yang di antaranya ditandai oleh tingkat mobilitas sosial dan geografis yang tinggi sehingga dapat menyebabkan perubahan pada aspek-aspek identitas tersebut," sebutnya.
MK menilai, perpanjangan SIM setiap lima tahun sangat berfungsi untuk memperbarui data pemegang SIM. Hal ini berguna untuk mendukung kepentingan aparat penegak hukum dalam melakukan penelusuran pemegang SIM dan keluarganya jika terjadi kecelakaan lalu lintas atau terlibat tindak pidana lalu lintas atau tindak pidana pada umumnya.
"Selain itu, pentingnya dilakukan evaluasi dalam masa perpanjangan SIM karena pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan jasmani dan rohani setiap lima tahun sekali mengandung nilai sosial bahwa keselamatan pemegang SIM serta orang lain yang ada di ruang jalan wajib dihormati dan dijaga. Hal ini termasuk aspek yang membedakan antara pemilik KTP yang diberikan seumur hidup dengan pemegang SIM. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon yang menyatakan seharusnya SIM diberlakukan seumur hidup, seperti halnya KTP, adalah tidak beralasan menurut hukum," katanya.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah