Kejadian oknum aparat berkendara arogan terulang kembali. Baru-baru ini anggota Detasemen Pertahanan Udara (Denhanud) Kopasgat TNI AU Praka Arya Nobel Gideon (ANG) viral di sosial media karena menendang pemotor yang dikendarai wanita dan membonceng anak.
Ini bukan kali pertama oknum aparat berperilaku arogan saat berada di jalan. Sebelum Praka ANG, ada juga oknum TNI yang menghunuskan senjata tajam ke pengendara lain karena kesalahpahaman. Lalu sebelumnya lagi, oknum dengan pelat pejabat Kementerian Pertahanan juga kedapatan menodong pengendara lain dengan pistol.
Selain oknum aparat, aksi arogan juga dilakukan oleh beberapa pengendara yang merasa memiliki kedudukan lebih tinggi ketimbang pihak lainnya. Mengapa aksi arogan pengendara terus berulang?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktisi keselamatan berkendara sekaligus Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, mengatakan kejadian serupa akan terus berulang karena hukuman yang diberikan kurang tegas. Menurut Jusri, banyak juga aksi arogan yang diselesaikan secara damai sehingga membuat orang lain tidak merasa jera.
"Jangan ada restorative justice atau damai hanya minta maaf ini terus memicu problem yang sama. Ini berulang kali jadi satu-satunya jalan keluar bagaimana pemerintah yang memiliki domain dalam menegakkan aturan lalu lintas itu perlu penegakan yang betul-betul enggak ada maaf gitu," kata Jusri saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Umumnya, aparat yang melakukan perilaku arogan memang mendapatkan sanksi dari kesatuan dinasnya. Tapi kata Jusri sanksi itu hanya membuat si pelaku cedera. Sementara masyarakat lain yang merasa memiliki kekuasaan lebih tinggi, akan tetap mengulangi perilaku arogan. Maka dari itu, Jusri menyarankan agar pelaku yang arogan di jalan agar dihukum lebih berat sesuai aturan yang berlaku.
"Jadi tetap harus diambil oleh polisi dan sangat bagus tindakan proaktif yang dilakukan internal mereka (TNI AU). Jadi ada double punishment, tapi punishment tadi perlu dibikin efek jera dengan memberikan punishment secara sosial gitu ditampilkan wajahnya terbuka, kalau enggak, enggak ada efek jera buat orang lain," beber Jusri.
"Sanksi disiplin di militer itu bukan hal biasa, kadang-kadang kurungan itu, sanksinya adalah dikurung, itu akan membuat jera yang bersangkutan tetapi tidak diketahui oleh masyarakat itu harus dijelaskan, sanksi hukum yang memiliki domain lalu lintas polisi, itu harus nah keputusan nanti hukuman sebagaimana mekanisme yang ada sebagaimana pelanggaran lalu lintas," pungkas Jusri.
(dry/din)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Gaya Merakyat Anies Baswedan di Formula E Jakarta, Duduk di Tribun Murah