Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menilai pemerintah gagal dalam menyediakan BBM ramah lingkungan untuk kendaraan standar Euro4. Menurut KPBB, kualitas bahan bakar di Indonesia masih buruk lantaran pemerintah masih mengimpor BBM 'kotor'.
Seperti disampaikan Direktur Eksekutif Komite KPBB Ahmad Safrudin, pemerintah Indonesia dinilai tidak berdaya saat menghadapi banjir impor BBM kotor dari negara-negara yang telah menerapkan regulasi Euro4.
"Sebagaimana diketahui, setelah negara-negara Eropa, Amerika, Asia dan Afrika mengadopsi teknologi kendaraan berstandar Euro4 ke atas, termasuk Thailand (2014), serta Malaysia (2014), Vietnam (2017, India (2014), China (2008 kota-kota besar dan 2012 nasional) dll, maka pasokan BBM kotor sangat melimpah," bilang Ahmad dalam media gathering yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (11/9).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengingat BBM kotor itu dilarang digunakan di negara-negara tersebut, karena sudah mengadopsi teknologi kendaraan canggih (Euro4 ke atas) sebagai upaya pengendalian pencemaran udara dari emisi kendaraan, Indonesia--sekalipun telah melarang penggunaan BBM kotor sehubungan ditetapkannya regulasi emisi kendaraan Euro4, namun tidak berdaya menghadapi banjir impor BBM kotor tersebut," sambung Ahmad.
"Ketidakberdayaan ini terkait invisible hand, kekuatan politik yang menjadi bagian dari oil trader pada proses impor BBM kotor. Kegalauan pemerintah menerapkan skenario yang seharusnya sudah diberlakukan mulai 17 Agustus 2024 sebagai hadiah HUT Proklamasi RI ke-79, adalah sinyal kekuatan invisible hand tersebut yang sangat erat kaitannya dengan dinamika politik nasional, termasuk hiruk pikuk penetrasi koalisi politik pasca Pilpres 2024," tegas Ahmad.
Ahmad menjelaskan, pencemaran yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya disebabkan karena polusi kendaraan bermotor. Harusnya, setelah regulasi Euro4 diadopsi oleh pemerintah sejak 2018, BBM yang beredar di lapangan harus memenuhi persyaratan.
"Kiranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang ditunjuk Presiden sebagai Ketua SATGAS Pengendalian Pencemaran Udara Jabodetabek, mempersiapkan langkah pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor sebagai prioritas. Langkah pertama adalah penyediaan BBM ramah lingkungan yang sesuai persyaratan teknologi kendaraan berstandar Euro4 yang sudah diadopsi sejak 2018."
"Sayangnya, selama 7 tahun adopsi melalui regulasi Permen LHK No P20/2027 ini terkendala oleh ketersediaan BBM yang memenuhi persyaratan. Kini, setelah lebih 9 bulan dikoordinasikan Menko Marves, penyediaan BBM untuk kendaraan standar Euro4 ini kembali terancam gagal. Bisa jadi Pertamina lebih memilih memenuhi kehendak oil trader yang selama ini mengimpor BBM kotor," terang Ahmad.
Sebagai informasi, beban emisi PM10 di Jabodetabek mencapai 14,88 juta ton/per tahun (KPBB, 2019) yang disumbang sumber-sumber transportasi 47%, industri 20,24%, power plant 1,76%, rumah tangga 11%, road dust 11%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 4%.
Sementara beban emisi PM2.5 mencapai 10,71 juta ton/tahun yang disumbangkan sumber-sumber transportasi 57%, industri 21,16%, power plant 2%, rumah tangga 7%, road dust 5%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 3%. Angka beban emisi ini akan naik terus.
Ahmad menambahkan, mutlak hukumnya bagi pemerintah, menyediakan pasokan BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan sesuai standar emisi pada regulasi tersebut.
"Kita berharap dan mendukung pemerintah, konsisten memasok BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan berstandar Euro4 sebagai prasyarat pengendalian emisi pencemaran udara. Ini dalih kuat untuk pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi, sehingga distribusi BBM bersih yang memerlukan incremental cost (tambahan biaya) ini mampu menciptakan ruang fiskal keuangan negara, selain tidak berdampak pada sistem moneter, ekonomi, sosial dan politik," ungkap Ahmad.
(lua/din)
Komentar Terbanyak
Mobil Esemka Digugat, PT SMK Tolak Pabrik Diperiksa
Mobil Mewah Tina Talisa yang Ditunjuk Jadi Komisaris Pertamina Patra Niaga
Riwayat Esemka: 'Dulu Digadang-gadang Mendunia, Kini Diseret ke Meja Hijau'