Regulasi standar emisi Euro4 di Indonesia sudah dicanangkan sejak 2018 untuk mobil bensin dan sejak 2022 untuk mobil diesel. Namun, penerapan regulasi tersebut masih menemui sejumlah masalah, terutama terkait dengan ketersediaan BBM (bahan bakar minyak) yang sesuai standar emisi Euro4.
Sebagai info, penerapan standar emisi Euro4 di Indonesia tertuang dalam surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S 786/MENLHK-PPKL/SET/PKL.3/5/2020 tertanggal 20 Mei 2020.
Anjuran untuk beralih ke Euro4 itu sebelumnya sudah tertuang di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Standar Euro4 telah diterapkan lebih dulu bagi kendaraan bermesin bensin sejak 2018, sedangkan untuk mesin diesel dijadwalkan pada April 2021. Namun, karena terjadi pandemi Covid-19, pemerintah akhirnya memutuskan mengundur penerapan regulasi Euro4 untuk mobil diesel ke tahun 2022.
Seharusnya penerapan standar emisi Euro4 dibarengi dengan ketersediaan bahan bakar berkualitas. Nah, masalahnya, BBM di Indonesia masih banyak yang kualitasnya tak bagus. Contohnya seperti BBM RON 90 (Pertalite), CN 48 (Solar), dan CN 51 (Dexlite). Di banyak negara, jenis BBM kotor seperti itu sudah ditinggalkan.
"Waktu 2017 Vietnam membuat standar baru, yaitu standar Euro4 dan langsung diterapkan. Tidak seperti Indonesia. 2017 regulasinya diteken, minta lead time satu setengah tahun. Janjinya Oktober 2018, kemudian minta tambahan waktu lagi dari auto industry karena kendaraan mereka yang standar Euro2 masih banyak di gudang. Mereka minta di-extend lagi, paling lama nggak 6 bulan, agar produk mereka yang Euro2 laku dulu. Praktiknya pun setelah 6 bulan itu tidak terlaksana ya," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin dalam webinar di kanal YouTube infokpbb, Rabu (11/9).
Pria yang akrab disapa Puput itu menambahkan, setelah penerapan regulasi Euro4 di berbagai negara, pasokan BBM kotor sangat melimpah dan produsen perlu 'membuang' BBM kotor itu ke negara-negara yang lemah dalam hal penerapan regulasi emisi Euro4 ini.
"Secara global, secara geopolitik, BBM kotor itu kan melimpah. Karena negara-negara standar Euro4 sudah mulai masuk ke Euro6. Kemudian sebagian negara-negara Afrika pun, sudah mulai masuk ke Euro4. India tahun ini Euro6. Thailand sudah Euro4 sejak 2014 dan sekarang ancang-ancang ke Euro6. Lalu Malaysia Euro4, Singapura Euro5, Filipina Euro4. Artinya, BBM yang digunakan di bawah standar Euro4 melimpah di pasar Asia dan Asia Tenggara. Tentu saja stok yang melimpah itu, perlu saluran pasar. Saluran pasarnya adalah negara yang paling lemah dalam menerapkan standar emisi kendaraan bermotor, dalam konteks ini adalah Indonesia," bilang Puput lagi.
Menurut Puput, akhirnya Indonesia pun masih mengimpor BBM kotor tersebut. "Celakanya di negara kita ini banyak komprador yang menjadi proxy bagi oil company, multi national corporation yang bergerak di bidang oil and gas ini. Jadi stok (BBM kotor) yang ada di pasar Asia, Asia Tenggara, bahkan pasar global, itu dimasukkan ke pasar Indonesia dengan proxy para oil trader domestik yang tiada lain adalah para politisi yang menentukan kebijakan negara. Jadi dapat dibayangkan, betapa susahnya menerapkan standar Euro4 ini karena dikendalikan oleh politisi," jelas Puput.
(lua/dry)
Komentar Terbanyak
Punya Duit Rp 190 Jutaan: Pilih BYD Atto 1, Agya, Brio Satya, atau Ayla?
Parkir Kendaraan di Jakarta Bakal Dibikin Mahal!
Konvoi Moge Terobos Jalur Busway Ditilang Semua, Segini Besar Dendanya