Kecelakaan Maut di Exit Tol Bawen, Apa Penyebab Truk Rem Blong?

Kecelakaan Maut di Exit Tol Bawen, Apa Penyebab Truk Rem Blong?

Ridwan Arifin - detikOto
Minggu, 24 Sep 2023 19:34 WIB
Kecelakaan maut di Ungaran.
Kecelakaan maut di Exit Tol Bawen Foto: Dok Polda Jateng
Jakarta -

Kasus kecelakaan truk diduga rem blong dengan jumlah korban jiwa kembali terjadi di Indonesia. Tahun lalu ada peristiwa besar, yakni di Balikpapan, Kalimantan Timur dan Cibubur, Jawa Barat. Kini kasus truk menabrak di traffic light terjadi di exit Tol Bawen, Semarang, Jawa Tengah. Apa penyebab truk mengalami rem blong?

Kapolres Semarang AKBP Achmad Oka menjelaskan Dalam pemeriksaan itu sopir truk juga sudah memberikan beberapa keterangan. Salah satunya adalah truk tersebut tengah dalam perjalanan dari Semarang menuju Solo.

Pada awalnya, kondisi pengeram truk tidak ada masalah. Kondisi rem yang blong baru diketahui oleh sopir usai menyalip bus sesaat sebelum akhirnya menabrak belasan kendaraan yang tengah berhenti di traffic light.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat mendekat ke TKP, itu hasil pemeriksaan kita, dia mencoba mendahului satu kendaraan bus, kemudian di situ tiba-tiba remnya blong," kata dia.

Meski begitu, Oka menyatakan masih akan menunggu hasil olah TKP untuk memastikan penyebab kecelakaan tersebut. Saat ini, sopir dan kernet bus juga masih diperiksa oleh polisi.

ADVERTISEMENT

"Namun, ini kan keterangan dari si pengemudi nanti kan kita melihat hasil olah TKP seperti apa, kita lihat kesesuaiannya," ujarnya.

Dalam peristiwa itu, truk tanpa muatan itu melaju tak terkendali dan menabrak belasan kendaraan yang tengah berhenti di traffic light simpang exit Tol Bawen pada Sabtu (23/9/2023).

Penyebab truk rem blong

Rem blong bisa dialami oleh truk lantaran melakukan kebiasaan yang keliru dalam menggunakan perangkat rem. Pengemudi hanya mengandalkan rem konvensional (service brake), sehingga bikin kampas rem jadi panas dan kurang menggigit. Sehingga tekanan angin yang ada di sistem rem berkurang

Penggunaan service brake secara terus menerus atau berlebih dapat menyebabkan kampas rem mengalami panas berlebih yang mengakibatkan koefisien gesek kampas rem akan berkurang seiring dengan kenaikan temperatur kampas dan tromol (brake fading).

Pengemudi truk seharusnya bisa mengombinasikan berbagai sistem pengereman untuk mengurangi laju kendaraannya. Selain service brake, bisa juga dikombinasikan dengan engine brake maupun exhaust brake alias rem angin, atau retarder.

"Beban kerja rem itu berat, oleh karena itu APM menyiapkan dengan menyediakan rem-rem selain service brake atau rem kaki, yaitu ada exhaust brake, atau retarder, di mana setiap deselerasi harus menggunakan exhaust atau retarder," jelas Instruktur dan Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu beberapa waktu yang lalu.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan, hampir 90% dari total kecelakaan truk dan bus akibat rem blong dialami di jalanan menurun. Ini situasinya sama seperti kecelakaan truk Balikpapan dan truk Pertamina Cibubur, di mana keduanya juga mengalami kecelakaan di kondisi jalan yang menurun.

"Kasus rem blong (pada truk-bus) biasanya sering terjadi karena beberapa sebab yaitu: kondisi jalan menurun, kampas overheat karena rem pedal dipaksa bekerja maksimal, dan adanya malfungsi," kata Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, beberapa waktu lalu.

Dalam laporan KNKT terkait kecelakaan truk di Simpang Rapak, Balikpapan, Kalimantan Timur pada 21 Januari 2022 ditemukan pengemudi yang tidak bisa mengantisipasi rem blong akibat penggunaan rem pedal di jalan menurun.

Pengereman di jalan menurun dengan menggunakan service brake atau rem pedal sangat berbahaya, karena pengemudi akan dipaksa menginjak rem berkali kali dan hal ini berresiko menyebabkan rem blong. Oleh sebab itu, setiap pengemudi harus memahami teknologi ini, bahwa pada saat truk dan bus melalui jalan menurun, harus menggunakan rem pembantu untuk mengurangi laju kendaraan, dan tidak menggunakan rem utama.

Saat tekanan angin mencapai 5 bar maka pengemudi kesulitan menginjak pedal rem karena terasa keras sehingga pengemudi tidak dapat melakukan pengereman lagi. Lebih lanjut ketika menghadapi sistem rem tidak berfungsi, pengemudi berusaha memindahkan gigi ke gigi rendah.

Itu sebabnya KNKT melarang penggunaan klakson tambahan yang mengambil sumber udara bertekanan dari tabung angin yang sama dengan yang digunakan untuk mengerem dan kopling, karena hal ini akan dapat mempercepat turunnya tekanan angin pada tabung angin.

"Hal ini sangat tidak mungkin terjadi karena pada saat itu gaya dorong ke bawah sangat besar, dan kondisi gigi eksisting dalam posisi bekerja maksimal menahan putaran roda. Saat pengemudi akan memindahkan ke gigi rendah, otomatis akan masuk ke gigi netral terlebih dahulu sebelum masuk ke gigi rendah, dan hal ini justru meningkatkan putaran roda menjadi lebih tinggi lagi, sehingga syncromesh tidak mampu merespon yang pada akhirnya gigi tetap berada di posisi netral," bunyi laporan KNKT.

Ketika gigi dalam posisi netral itulah, maka gaya dorong gravitasi bumi maksimal karena tidak ada lagi yang menahannya, sehingga laju truk saat mengalami tubrukan dalam kecepatan tinggi. Kecepatan itu bukan merupakan kecepatan mesin atau dilakukan oleh pengemudi, melainkan kecepatan akibat energi kinetic yang dipicu dari energi potensial yang sangat besar.

Pada beberapa kasus, pengemudi melakukan upaya akhir dengan menarik hand brake, namun hal ini sia sia karena baik pada system rem full hydrolik brake maupun kombinasi, hand brake nya hanya berfungsi sebagai parking brake, dan tidak akan mampu menahan kendaraan pada posisi menurun atau menanjak apalagi sedang dalam kecepatan tinggi.

Wildan menjelaskan dalam investigasi yang dilakukan KNKT terkait rem blong, masalah tersebut beberapa kali ditemukan. Faktor lain yang juga menyebabkan rem blong adalah kesalahan pengemudi dalam menggunakan gigi saat melintas di jalanan menurun.

"Kegagalan pengereman pada jalan menurun sering dipicu kesalahan prosedur mengemudi dimana mereka menggunakan gigi tinggi dan mengerem menggunakan foot brake tanpa memanfaatkan perlambatan oleh mesin dan exhaust brake," pungkas Wildan.




(riar/lua)

Hide Ads