Bangun Kereta Cepat, Indonesia Ciptakan Sejarah dan Peradaban Baru

Luthfi Anshori - detikOto
Rabu, 30 Nov 2022 10:49 WIB
Kereta Cepat Jakarta-Bandung ditargetkan beroperasi pada Juni 2023. Foto: Yuga Hassani/detikJabar
Jakarta -

Indonesia berencana mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung bulan Juni 2023. Indonesia bakal menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki kereta cepat. Sejarah dan peradaban baru pun tercipta.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung dibangun sepanjang 142,3 km yang terdiri 13 terowongan (tunnel), pemotongan (cutting) 19,2 km (13,5%), tanggul (embankment) 23,58 km (16,6%), terowongan (tunnel) sepanjang 16,82 km (11,8%) dan konstruksi melayang (elevated) sepanjang 82,7 km (58,1%).

Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dimulai sejak awal 2016 lalu. Dan hingga 25 November 2022 construction progress mencapai 81,66% dan investment progress 91,40%.

Selanjutnya pekerjaan jembatan telah tuntas 97,27%, subgrade 80,57%, serta terowongan 99,48%. Sementara Stasiun Halim 73,87%, Stasiun Karawang 71,55%, Stasiun Padalarang 11,19%, Stasiun Tegalluar 85,20%, dan Depo Tegalluar 75,79%.

Nantinya, kecepatan kereta cepat selama operasional mencapai 350 km/jam. Ditempuh selama 36-45 menit. Menggunakan lebar sepur (rel ganda) 1.435 mm. Satu rangkaian (trainset) terdiri dari 8 kereta (cars). Saat ini sudah hadir 3 train set.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan, Indonesia akan menciptakan sejarah sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan kereta cepat. Di sisi lain, kehadiran kereta cepat juga akan membangun peradaban transportasi baru di Indonesia.

Uji coba Kereta Cepat Jakarta-Bandung Foto: Algi Febri Sugita/SOPA Images/LightRocket/Getty Images

"Sejarah dan peradaban transportasi di Indonesia ditandai dengan hadirnya Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Proyek ini harus selesai, sehingga dapat memberikan manfaat. Kereta cepat adalah masa depan transportasi di Indonesia, meski menuai kontroversi," kata Djoko dalam keterangan resminya.

Dalam prosesnya, pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dibantu oleh China memang menuai kontroversi. "Terlebih pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung prosesnya begitu cepat tanpa perencanaan matang. Tentunya pasti akan semakin memperuncing perdebatan itu. Biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun atau membengkak Rp 27,09 triliun," sambung Djoko.

"Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2023. Setidaknya ada tiga alasan kenapa pemerintah RI memilih China ketimbang Jepang, yaitu janji tanpa APBN, tanpa jaminan pemerintah, dan terbuka soal teknologi. Namun dalam perjalanannya memang ada biaya tambahan," katanya lagi.

BANDUNG, WEST JAVA, INDONESIA - 2022/11/16: Jakarta Bandung High-Speed Train (KCJB) or Comprehensive Inspection Train (CIT) was seen during the dynamic trial in Tegalluar. President Joko Widodo and Chinese President Xi Jinping are planning to see online the dynamic trial process of the 15 km Jakarta Bandung High-Speed Train with a limited speed of 80 km/hour during a sidelines visit from the G20 summit in Bali. (Photo by Algi Febri Sugita/SOPA Images/LightRocket via Getty Images) Foto: Algi Febri Sugita/SOPA Images/LightRocket/Getty Images

Namun menurut Djoko, pro kontra dalam setiap pembangunan transportasi darat berbasis rel itu akan terus ada. Bahkan pro kontra itu juga terjadi di masa kolonial pemerintah Hindia-Belanda ketika akan membangun jalur kereta api di Jawa 150 tahun yang lalu (pertengahan abad 19).

"Terjadi perdebatan yang cukup lama di kalangan akademisi dan pejabat pemerintah Hindia-Belanda baik yang berada di Indonesia maupun di Belanda (lebih 25 tahun) sebelum memutuskan pencangkulan pertama pada 17 Juli 1864 di Semarang. Terlebih sebelumnya sudah terbangun Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) sepanjang 1.000 km (621 mil) di Jawa yang membentang dari Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur) atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36, Herman Willem Daendels (1808-1811)," sambung Djoko.

"Demikian pula halnya pembangunan MRT Jakarta dan LRT Jabodetebek terjadi pro dan kontra. Perdebatan itu tidak hanya terjadi Indonesia, tapi juga di banyak negara. Mungkin hanya di negara China yang tidak terjadi pro dan kontra, karena sistem politik negaranya tidak memberikan ruang diskusi berkepanjangan," kata Djoko.



Simak Video "Video: Apa yang Harus Dikuasai Masinis untuk Kemudikan Kereta Cepat?"

(lua/din)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork