Pilot sampai Masinis di RI Keren, Kenapa Sopir Truk Tidak? Ini Sebabnya

ADVERTISEMENT

Pilot sampai Masinis di RI Keren, Kenapa Sopir Truk Tidak? Ini Sebabnya

Ridwan Arifin - detikOto
Jumat, 02 Sep 2022 20:58 WIB
Deretan truk berbagai jenis terparkir saat sopir yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) berunjuk rasa di depan Kantor Dinas Perhubungan, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (11/3/2022). Dalam aksinya mereka menuntut ketegasan pemerintah dalam penerapan kebijakan regulasi angkutan logistik terkait kelebihan muatan (over loading) dan dimensi (over dimension) angkutan truk barang. ANTARA FOTO/Patrik Cahyo Lumintu/Zk/nym.
Ilustrasi truk Foto: ANTARA FOTO/Patrik Cahyo Lumintu
Jakarta -

Sopir truk merupakan ujung tombak perusahaan dalam mengantarkan barang. Tak seperti di bidang transportasi lain, seperti pilot, masinis, dan nahkoda yang punya penilaian positif.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengingatkan sopir truk kerap mendapat penilaian negatif dari bikin macet hingga penyebab jalan rusak. Padahal ada jasa besar pengorbanan mereka.

Djoko menambahkan Indonesia belum memiliki Terminal Angkutan Barang. Satu hal yang paling sederhana, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan tempat istirahat yang nyaman buat sopir kendaraan niaga.

"Kita tidak punya terminal angkutan barang, yang ada pangkalan truk. Hanya dua baru dibangun di daerah perbatasan itupun tidak dipakai," kata Djoko kepada detikcom, Jumat (2/9/2022).

"Sopir truk itu istirahat di pinggir jalan, kasihan kan? kalau tidak ada sopir truk kita tidak bisa makan. Beras itu diantar sama sopir truk yang bawa," kata Djoko

"Tidak ada kernek, tidak ada tempat istirahat. Pernah tidak bertemu sopir truk badannya bugar, segar? kucel. Pilot keren, masinis keren, nahkoda keren, sopir truk?"

"(Sopir truk) orang yang tersingkirkan, terpinggirkan, tapi diperlukan," ungkap Djoko.

Pekerjaan rumah lain yang perlu dibenahi ialah pengemudi truk menanggung beban sistem logistik yang salah. Tanggung jawab pemilik barang dibebankan pada pengemudi.

Belum lagi setiap terjadi kecelakaan lalu lintas, pengemudi dijadikan tersangka. Djoko bahkan mengungkap masih suburnya pungutan liar di sepanjang perjalanan aliran logistik.

"Kenyataannya kita menampikkan keberadaan sopir truk, dipungli di jalan, kasihan itu. Sopir truk sekarang itu tidak mampu lagi bayar kernek, kalau jalan-jalan bawa itu istrinya," jelas dia.

Dia bilang jadi sopir truk sekarang itu karena terpaksa pada keadaan, ditambah harus memuat truk Over Dimension Over Load (ODOL).

Ada beberapa faktor yang diungkap Djoko maraknya truk ODOL di antaranya tarif angkut barang semakin rendah, karena pemilik barang tidak mau keuntungan selama ini berkurang, pemilik armada truk atau pengusaha angkutan juga tidak mau berkurang keuntungannya. Hal yang sama, pengemudi truk tidak mau berkurang pendapatannya.

"Sejumlah uang yang dibawa pengemudi truk untuk menanggung beban selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar yang dilakukan petugas berseragam dan tidak seragam, parkir, urusan ban pecah, dan sebagainya. Uang dapat dibawa pulang buat keperluan keluarga tidak setara dengan lama waktu bekerja meninggalkan keluarga," kata Djoko.

"Akhirnya, sekarang profesi pengemudi truk tidak memikat bagi kebanyakan orang, semakin sulit mendapatkan pengemudi truk yang berkualitas. Tekanan terbesar ada pada pengemudi truk karena mereka yang berhadapan langsung dengan kondisi nyata di lapangan."

"Populasi pengemudi truk kian makin berkurang, jika masih ada yang bertahan sebagai pengemudi truk, disebabkan belum punya alternatif pekerjaan yang lain. Ke depan, Indonesia akan banyak kehilangan pengemudi truk yang profesional," jelas dia.

Pengemudi truk di Eropa

Djoko bilang di Eropa, pengemudi truk hanya mengecek oli saja. Lagipula jarang terjadi ban kempes atau pecah, karena muatan standard masih dalam batas load index ban.

"Pengemudi dapat tidur dengan nyaman di ruang dalam kabin truk. Jika kendaraan dicurigai mengangkut overload, pengemudi tidak diapa-apakan, tapi si pembawa manifest barang yang harus mempertanggungjawabkannya. Atau Polisi di perbatasan negara akan mengundang perwakilan dari pabrik untuk hadir ke penimbangan supaya bertanggung jawab," kata Djoko.

Lebih lanjut dia menceritakan negara yang paling ketat dan disegani oleh para sopir adalah Jerman, Swiss, Austria, Inggris dan negara-negara Skandinavia. Overload masih sering terjadi juga di Eropa Barat, namun paling banyak adalah pelanggaran tata cara muat.

"Misalkan ikatan barang tidak benar. Tetapi sepanjang masih bisa diatasi atau diperbaiki tidak akan ditilang, cuma diminta membetulkan saja. Jika terjadi kasus tonase tidak sesuai dengan manifest, pengemudi truk diminta istirahat, lalu Polisi menelpon pemilik barang agar mempertanggung jawabkan. Selama pengemudi menunggu, argometer jalan terus," kata Djoko.

"Karena Standard Trading Conditions berjalan dengan baik. Waktu tunggu pengemudi truk akan diganti rugi oleh pemilik barang," ungkap dia.



Simak Video "Tegur Pengendara Terobos Macet, Sopir Pikap di Palembang Ditempeleng"
[Gambas:Video 20detik]
(riar/din)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT