Kecelakaan Maut, Kenapa Cuma Sopir Truk yang Ditetapkan Tersangka?

Kecelakaan Maut, Kenapa Cuma Sopir Truk yang Ditetapkan Tersangka?

Tim detikcom - detikOto
Jumat, 02 Sep 2022 14:35 WIB
Warga melihat lokasi tempat kejadian kecelakaan sebuah truk kontainer yang menabrak halte bus di depan SDN Kota Baru II dan III di Jalan Sultan Agung, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (31/8/2022). Menurut keterangan kepolisian, dalam kecelakaan yang diduga diakibatkan rem blong tersebut telah menyebabkan 10 orang meninggal dunia, tujuh diantaranya anak-anak sekolah serta 30 orang lainnya luka-luka. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj.
Kecelakaan truk di Bekasi Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Jakarta -

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai kecelakaan truk trailer di Bekasi hanya sebatas menetapkan tersangka buat sopir. Padahal sopir juga menjalankan perintah dari perusahaan.

"Belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia pemilik barang dijadikan tersangka. Padahal dia yang menyuruh sopir kan. Harusnya dia tanggung jawab dong," ujar Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno via layanan pesan kepada detikcom, Jumat (2/9/2022).

Dia mengatakan pemilik barang atau pengguna jasa truk punya andil dalam muatan barang. Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini berharap polisi juga memeriksa perusahaan sopir bekerja hingga pengguna jasa angkutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa sopir truk harus jadi tersangka setiap kecelakaan," kata Djoko.

Kecelakaan truk maut di depan SDN Kota Baru II dan III, Jalan Sultan Agung, Kota Bekasi pada Rabu (31/8) lalu menambah cerita kelam dunia transportasi Indonesia. Ini juga disebabkan karena muatan truk yang berlebihan.

ADVERTISEMENT

Apalagi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah mengecek daya muat truk hanya bisa mengangkut beban seberat 35 ton. Namun pada kenyataannya, muatan yang diangkut mencapai 55 ton.

Djoko menilai tidak hanya sopir truk, pengusaha juga semestinya bisa dikenakan sanksi pidana.

"Pengusaha itu tidak ada tanggung jawab, sopir itu lebih milih masuk penjara daripada ganti rugi," kata Djoko.

"Ya pengusaha dikenakan sanksi saja, kan dia yang nyuruh muatan lebih kan? bayangin 250 persen kelebihannya, kan keterlaluan itu. Beban 20 - 50 ton sangat mempengaruhi sistem pengereman, mau sepinter apapun orangnya nggak akan bisa ngerem dengan beban yang berlebihan," jelas dia.

Dia menambahkan pengemudi truk menjadi ujung tombak angkutan logistik. Namun kesejahteraan yang didapat tidak setara julukan itu. Membawa kelebihan muatan tidak diinginkan.

"Mereka tahu kalau hal itu berisiko terhadap keselamatannya. Apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, dan dalam kondisi hidup pastilah akan dijadikan tersangka," jelas Djoko.




(riar/din)

Hide Ads