Polisi tidur atau speed bumb di Kota Sukabumi viral di media sosial. Seorang warganet mereview jumlah polisi tidur saat menuju Pasar Degung, Sukabumi, yang totalnya mencapai 45 buah. Padahal secara aturan tak bisa sembarangan membuat speed bump.
Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum, Budiyanto mengatakan, pemasangan alat kendali dan pengaman pengguna jalan atau polisi tidur memiliki tujuan agar pengendara yang melintas tidak dengan kecepatan tinggi.
"Biasanya dipasang di pemukiman dan tempat keramaian anak-anak. Menjadi pertanyaan kita semua, apakah boleh masyarakat memasang polisi tidur? Tentunya masyarakat umum dilarang memasang alat pembatas kecepatan seperti polisi tidur," kata Budiyanto, Selasa (15/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum memasang speed bumb, masyarakat perlu berkoordinasi terlebih dahulu dengan dinas perhubungan. Sebab, alih-alih membuat jalan lebih aman, malah dianggap mengganggu kelancaran lalu lintas.
"Faktanya banyak alat pengendali kecepatan (polisi tidur) dipasang oleh masyarakat tanpa koordinasi dengan local area traffic management, baik kordinasi ke polisi atau Dinas Perhubungan. Sehingga yang pada awalnya pemasangan alat kendali kecepatan digunakan untuk keamanan dan keselamatan lalu lintas malah menjadi kontra produktif bahkan karena tidak didampingi atau diarahkan oleh instansi yang berkompeten dapat menimbulkan kerusakan jalan yang berakibat pada gangguan fungsi jalan," kata Budiyanto.
Dia mengatakan hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 67 Tahun 2018 atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan, serta Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Aturan soal pembuatan polisi tidur alias speed bump juga tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 82 Tahun 2018. Hal ini diatur dalam Pasal 58. Begini bunyinya.
"Pembuatan Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan dilakukan oleh badan usaha yang memenuhi persyaratan dan telah dilakukan penilaian oleh Direktur Jenderal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."
Adapun ketentuan polisi tidur ialah sebagai berikut:
- Terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki pengaruh serupa
- Memiliki ukuran tinggi antara 8 sampai dengan 15 sentimeter, lebar bagian atas antara 30 sampai dengan 90 sentimeter, dengan kelandaian paling banyak 15 persen
- Memiliki kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 sentimeter dan warna hitam berukuran 30 sentimeter.
"Jadi pemasangan alat kendali (polisi tidur) tidak boleh sembarangan, ukuran dan bahannya sudah ditentukan dan harus mendapatkan izin, sehingga tidak merusak dan mereduksi fungsi jalan," tegas Budiyanto.
Budiyanto menambahkan, dalam Pasal 274 ayat (1) dan ayat (2) UU LLAJ, orang yang memasang polisi tidur sembarangan sehingga menyebabkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan dapat dikenai hukuman penjara paling lama 1 tahun dan denda maksimal Rp 24 juta.
"Jadi pemasangan polisi tidur tidak mendapatkan izin dan berakibat pada kerusakan dan atau gangguan fungsi jalan merupakan perbuatan pidana," tegas mantan Kasubdit Penegakan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya ini.
Video viral soal polisi tidur yang jumlahnya mencapai 45 buah ini diunggah melalui akun TikTok @ajenggemill.
Ajeng (26) pengunggah video itu menuturkan awalnya ia hanya curhat di media sosial karena merasa terganggu ketika melintasi jalan tersebut. Dia tak menyangka postingan tersebut ramai jadi perbincangan.
"Saya sering lewat untuk COD-an. Reaksi dari warga juga cepat, sebagian netizen malah ada yang minta review jalan lain," kata Ajeng kepada detikcom, beberapa waktu yang lalu.
@ajenggemilledan sih jalur kutamaneuh mah
β¬ suara asli - Ajeng Gemill
(riar/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?