Jakarta Nggak Termasuk, Ini 10 Kota Termacet di Dunia 2021

Jakarta -

TomTom, spesialis teknologi geolokasi yang berbasis di Belanda, kembali merilis laporan tahunan TomTom Traffic Index. Indeks ini menilai tingkat kemacetan di 404 kota besar dari 58 negara di dunia selama 2021. Salah satu kota yang dinilai adalah Jakarta.

Menurut TomTom, pada tahun 2021 lalu lintas di kota besar di dunia lebih lancar dibanding tahun 2019 yang dihitung sebagai dasar waktu sebelum pandemi. Di seluruh dunia, tingkat kemacetan tercatat 10% lebih rendah dibandingkan 2019, dengan penurunan 19% khususnya pada jam sibuk.

"Dari 404 kota yang masuk dalam Indeks, 283 kota mengalami kemacetan rata-rata lebih rendah dibandingkan tahun 2019," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya Jakarta, yang dinilai lebih lancar lalu lintasnya dibanding tahun 2019 sebelum pandemi.

"Namun, banyak kota telah menunjukkan fluktuasi lalu lintas yang ekstrem sepanjang tahun, dari titik terendah saat pembatasan perjalanan hingga tingkat tertinggi saat pembatasan dicabut. Faktor lain, seperti kondisi cuaca ekstrem, meningkatkan kemacetan hingga rekor tertinggi," katanya.

Pada Februari 2021, kemacetan per jam mencapai tingkat tertinggi di seperempat kota di dunia yang dipantau dalam Indeks Lalu Lintas TomTom. Kyiv, Ukraina (235%), Warsawa, Polandia (220%) dan Cincinnati, AS (241%) mencatat tingkat kemacetan per jam tertinggi di seluruh dunia pada tahun 2021, terutama karena hujan salju.

Tahun 2021 lalu, Istanbul, Turki, menjadi kota termacet di dunia berdasarkan TomTom Traffic Index. Tingkat kemacetan rata-rata di Ibukota Turki itu mencapai 62%.

Bengaluru (India) dan Manila (Filipina) yang merupakan dua kota paling macet di dunia pada tahun 2019 masing-masing turun ke urutan 10 dan 18 pada 2021 lalu.

Berikut 10 kota termacet di dunia berdasarkan TomTom Traffic Index:

Istanbul, Turki: Tingkat kemacetan 62%
Moskow, Rusia: Tingkat kemacetan 61%
Kyiv, Ukraina: Tingkat kemacetan 56%
Bogota, Kolombia: Tingkat kemacetan 55%
Mumbai, India: Tingkat kemacetan 53%
Odessa, Ukraina: Tingkat kemacetan 51%
Saint Petersburg, Rusia: Tingkat kemacetan 50%
Bucharest, Rumania: Tingkat kemacetan 50%
Novosibirsk, Rusia: Tingkat kemacetan 48%
Bengaluru, India: Tingkat kemacetan 48%.

[Lanjut halaman berikutnya: Jakarta Peringkat Berapa?]

Sementara Jakarta menempati urutan ke-46 kota termacet di dunia. TomTom menilai, pada 2021 Jakarta memiliki tingkat kemacetan 34%. Angka itu turun sedikit dari tahun sebelumnya yang tercatat 36%.

"Pada 2021, terjadi penurunan tingkat kemacetan di Jakarta. Data menunjukkan waktu perjalanan rata-rata berkurang 2 menit per hari," sebut TomTom dalam hasil TomTom Traffic Index 2021.

"Tingkat kemacetan 34% berarti bahwa rata-rata, waktu perjalanan 34% lebih lama dibandingkan dengan kondisi normal tanpa kemacetan. Artinya, perjalanan 30 menit dalam kondisi jalanan lancar akan memakan waktu 10 menit lebih lama saat tingkat kemacetan 34%," jelasnya.

Data Indeks Lalu Lintas berasal dari komunitas TomTom yang berkembang dengan lebih dari 600 juta pengemudi yang menggunakan teknologi TomTom di perangkat navigasi, sistem di dalam mobil dan smartphone di seluruh dunia.

Persentase tingkat kemacetan lalu lintas mewakili jumlah waktu perjalanan tambahan. TomTom memulai perhitungan dari waktu perjalanan dalam kondisi normal tanpa kemacetan di setiap segmen jalan di setiap kota. Kemudian dibandingkan kondisi dengan kemacetan.

"Kami menghitung baseline per kota dengan menganalisis waktu tempuh tanpa kemacetan di seluruh jaringan jalan-tercatat 24/7, 365 hari setahun. Informasi ini memungkinkan kami untuk juga menghitung, misalnya, berapa banyak waktu tambahan yang akan dihabiskan pengemudi di lalu lintas selama jam sibuk di Bangkok," sebut TomTom.

"Di TomTom, kami percaya bahwa pengoptimalan lalu lintas dan manajemen lalu lintas yang lebih baik hanya dapat meningkatkan arus lalu lintas hingga 10 persen," kata Ralf-Peter Schafer, Vice President of Product Management Traffic and Routing at TomTom.

"Namun, untuk mencapai perbaikan mendasar, pembagian moda harus diubah: Bersepeda, angkutan umum, dan moda transportasi lainnya harus mengambil porsi yang lebih besar dalam transportasi. Pengalihan seperti itu adalah tugas politik yang membutuhkan investasi tinggi dan keputusan politik yang berani - dan itu membutuhkan waktu."

Halaman 1 2

Selanjutnya