Kepolisian meminta maaf tentang kesalahpahaman terkait metode pengukuran knalpot bising atau aftermarket berdasarkan suara. Sebab belum terdapat regulasi yang mengatur ambang suara dari knalpot bising di jalan.
Kasi Gar Subdit Gakkum Dirlantas Polda Lampung Kompol Poeloeng Arsa Sidanu mengatakan pengukuran kebisingan knalpot di jalan oleh polisi belum memiliki landasan hukum.
"Saya dan kami dari Siger Gakkum Official menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat dan petugas polisi lalu lintas di jalan terkait pengukuran kebisingan yang sudah kita sampaikan di video atau konten sebelumnya bahwa berdasarkan peraturan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2019 tidak berlaku untuk di jalan," kata Poeloeng dalam video akun Youtube Siger Gakkum Official seperti dilihat detikcom, Rabu (7/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petugas pernah mengunggah video terkait pengukuran kebisingan knalpot di jalan dengan metode pengukuran berupa alat sound level meter atau decibel meter. Namun dianggap kurang tepat.
Ia mengatakan polisi selama ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 56 Tahun 2019 dalam mengukur suara knalpot kategori M, kategori N, dan kategori L. Aturan ini dijelaskan untuk mengukur kebisingan saat uji kelaikan kendaraan.
"Peraturan Menteri LHK tersebut berlaku untuk kendaraan yang diproduksi yang akan dijual ke konsumen di dealer," kata Poeloeng.
"Pengukuran kebisingan berdasarkan batas desibel atau dengan menggunakan batas desibel meter di jalan atau disebut in used oleh konsumen di jalan itu peraturannya belum ada. Kami menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya," sambung dia.
Dijelaskan lebih lanjut Wisnu Eka Yulyanto, Kabid Metrologi dan Kalibrasi P3KLL Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ambang batas suara tersebut diperuntukkan kendaraan yang belum diluncurkan alias untuk type approval atau untuk kebutuhan uji tipe semata.
"Sebelumnya, itu memang pengganti dari Permen No 7 Tahun 2009. Jadi, sebenarnya Permen itu digunakan untuk kendaraan bermotor baik roda dua atau roda empat untuk tipe approval atau yang belum launching. Jadi, di mana APM akan mengeluarkan kendaraan baru, dia harus melakukan uji tipe," ujar Wisnu.
Dalam video juga ditayangkan bagaimana pihak KLHK menggunakan alat ukur tingkat kebisingan.
"Permen mengacu pada ECE R41. Kalau dilihat kompleksitas dari ECE untuk kendaraan bermotor, mengacu dari R41 itu sangat kompleks, membutuhkan peralatan yang cukup kompleks," ungkap Wisnu dalam video yang sama.
Namun begitu, di akhir video Poeleong menyebut kepolisian masih bisa menindak pesepeda motor meski tanpa memiliki alat pengukur suara. Sebab, knalpot yang tidak sesuai standar pabrik belum diuji kelaikan. Sedangkan knalpot standar pabrik sudah melakukan uji tipe sesuai aturan yang berlaku.
Tertuang dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009. Menggunakan knalpot tak sesuai standar bisa diganjar Pasal 285 Ayat 1. Bunyi pasal tersebut yakni:
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
(riar/lua)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Bayar Pajak STNK Masih Datang ke Samsat? Kuno! Ini Cara Bayar Pakai HP