A journey of a thousand miles begins with a single step. Mungkin pepatah itu cocok menggambarkan perjalanan Jisel kali ini. Membawa misi 'Save Indonesian Women', Jisel melakukan riding motor dari Jakarta menuju Bali.
Jisel mengawali perjalanan dari Jakarta dengan titik perhentian pertama Desa Adat Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat. Perjalanan sejauh kurang lebih 140 kilometer ini menjadi langkah awal bagi Jisel untuk mengeksplorasi kekayaan budaya Indonesia. Jisel juga membawa misi penting sebagai lady bikers: bahwa perempuan bisa dan mampu mengendarai motor dengan selalu memperhatikan aspek safety.
Sudah punya jam terbang tinggi berkeliling Indonesia menggunakan motor, rute Jakarta-Cimahi dilalui Jisel tanpa kendala berarti. Hujan dan kabut yang sempat turun di daerah Tajur dan wilayah Puncak menuntut kewaspadaan lebih tinggi di atas roda dua. Tapi semua itu bisa dilalui dengan mulus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jisel sampai di Kampung Cireundeu sekitar jam 12 siang. Meski waktu menunjukkan tengah hari, yang terasa justru hawa sejuk menyegarkan. Lingkungan asri yang masih minim polusi memyapu habis lelah perjalanan. Jisel juga disambut keramahan masyarakat Kampung Cireundeu yang hangat.
Ada cerita menarik dari kearifan lokal masyarakat Kampung Cireundeu ini. Mereka sangat menjaga kelestarian alam. Ketertarikan Jisel terhadap Kampung Cireundeu dikarenakan masyarakat sekitar masih mempertahankan ketahanan pangannya dengan menjadikan singkong sebagai makanan pokok sehari-hari.
Tapi itu tak berarti masyarakat Kampung Cireundeu 'mengharamkan' makan beras. Namun mereka memilih melestarikan dan mengikuti apa yang telah diwariskan nenek moyang.
"Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat."
"Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat," begitu kira-kira pepatah setempat bisa diartikan.
Empat kalimat tersebut merupakan petuah nenek moyang masyarakat Kampung Cireundeu yang menjadi dasar konsumsi rasi atau beras singkong. Pengolahan singkong menjadi rasi telah dilakukan masyarakat Kampung Adat Cireundeu selama lebih dari 80 tahun. Hal inilah yang membuat mereka mandiri dan tidak terpengaruh dengan fluktuasi harga beras.
Masyarakat mengolah singkong dengan cara digiling, diendapkan dan disaring men¬jadi aci atau sagu. Ampas dari olahan sagu yang dikeringkan juga dibuat men¬jadi rasi atau beras singkong. Tidak hanya itu, singkong pun diolah menjadi berbagai camilan yang dijual juga sebagai oleh-oleh.
Walaupun masyarakat Desa Adat Cireundeu masih sangat memegang teguh peninggalan nenek moyang mereka, namun tidak membuat mereka menjadi masyarakat yang tertutup dengan perkembangan zaman.
Hal ini terlihat dari pemakaian berbagai peralatan teknologi yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Selain itu kawasan perkampungan ini pun tidak bernuansa perkampungan tradisional. Justru yang terlihat adalah berbagai bangunan permanen dengan jalan yang sudah diaspal.
Petualangan Jisel di Desa Adat Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat, berakhir saat gelap mulai turun. Istirahat yang cukup harus dilakukan lantaran rute yang akan dihadapi berikutnya cukup panjang, menuju Yogyakarta.
Udara segar dan jauh dari ingar-bingar perkotaan sebenarnya membuat Jisel berat untuk cepat-cepat meninggalkan Kampung Cireundeu dan Kota Cimahi. Tapi perjalanan harus berlanjut.
Sampai bertemu di Yogyakarta.
(din/din)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!