Ambulans merupakan salah satu kendaraan yang mendapatkan prioritas di jalan raya. Namun, kenyataannya tak jarang ambulans harus terjebak di kemacetan karena ada pengguna jalan yang tidak memberikan jalan sehingga menghambat mobilisasi pasien dalam keadaan darurat.
Melihat situasi seperti ini, beberapa orang pengendara motor pribadi berinisiatif untuk membuka jalur ambulans. Bahkan ada sebuah komunitas bernama Indonesian Escorting Ambulance (IEA) yang mewadahi aksi sosial ini.
IEA juga sudah mendeklarasikan diri sebagai sebuah organisasi sosial sejak 3 tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi keberadaannya di lapangan menimbulkan pro dan kontra. Tidak sedikit pegendara lain yang resah dengan keberadaan mereka karena dianggap arogan dan melanggar aturan.
"Itu sudah sering sekali dari dulu, ya kita hanya bisa laksanakan aja yang jadi tugas kita karena kita niatnya baik bantu orang ya kita laksanakan," kata Pendiri Indonesian Escorting Ambulance (IEA), Nova Widyatmoko ketika dihubungi lewat sambungan telepon, Jumat (9/10/2020).
Selain dianggap mengganggu praktik ini juga berseberangan dengan aturan lalu lintas yang ada. Hal ini dipertegas oleh pengamat transportasi Djoko Setijowarno.
"Untuk mobilitas ambulans sudah diatur dalam UU LLAJ," jawab Djoko saat ditanyai detikcom, Senin (12/10/2020).
Undang-undang yang dimaksud Djoko tepatnya adalah UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 134 dan pasal 135. Dijelaskan hanya beberapa tipe kendaraan saja yang bisa dapat keistimewaan di jalanan, yang sebagian besar bersifat darurat atau terkait dengan pejabat negara dan tamu negara.
Berikut ini isi UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Pasal 134 dan pasal 135.
Pasal 134:
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 135:
(1) Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
(2) Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.
Pasal 287 ayat (4):
(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Kalau kamu, setuju atau tidak dengan keberadaan komunitas pengawal ambulans ini? Tulis opini kamu pada kolom komentar di bawah ya.
(rip/lth)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Ini Dampak Buruk Andai Tarif Ojol Naik 8-15 Persen di Indonesia
Biaya Tes Psikologi Naik, Perpanjang SIM Bakal Keluar Duit Segini