Pemprov DKI Jakarta kembali menerapkan pembatasan kendaraan pribadi dengan sistem ganjil genap. Sejak awal pekan ini, ganjil genap diberlakukan di DKI Jakarta setelah sebelumnya ditiadakan selama masa PSBB.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, tujuan diberlakukannya ganjil genap ini bukan memindahkan orang dari kendaraan pribadi ke angkutan umum seperti tujuan utama sebelum pandemi. Namun, ganjil genap yang berlaku saat PSBB transisi adalah agar masyarakat mengurangi aktivitas mobilitas yang tidak penting dan dianjurkan di rumah saja.
"Banyak yang menyampaikan bahwa terkait dengan kebijakan ini bertolak belakang karena angkutan umum ada physical distancing juga. Memang kami sedang melakukan kalkulasi, di MRT misalnya pada peak pagi maupun sore, kapasitas yang tersedia itu maksimum terisi 30%, satu rangkaian Ratangga itu mampu mengangkut 390 orang di tengah-tengah pandemi setelah menerapkan physical distancing, yang terisi rata-rata maksimum 100 orang," kata Syafrin dalam sebuah diskusi visual, kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian Transjakarta, walaupun kapasitas terisi pada saat peak itu sekitar 40-50%, tapi sebagai antisipasi jika terjadi lonjakan penumpang, maka kami menambah 25% jumlah bus di setiap koridor. Total 13 koridor kami siapkan 550 unit bus tambahan. Tentu dengan upaya ini kita sudah antisipasi jika terjadi lonjakan (akibat kebijakan ganjil genap)," sambungnya.
Namun, karena tujuan ganjil genap bukan untuk memindahkan orang dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, kata Syafrin, berdasarkan hasil evaluasi tidak terjadi lonjakan penumpang. Peningkatan pengguna angkutan umum memang ada, tapi tidak besar.
"Rata-rata (kenaikan penumpang setelah ganjil genap) hanya 4% pada hari Senin, kemudian kemarin (Selasa (4/8/2020) setelah kami hitung kembali peningkatan jumlah penumpangnya 2,9%. Sementara untuk volume lalu lintas terjadi penurunan rata-rata sekitar 4-5%. Dan dari sisi kinerja lalu lintas juga membaik, tidak ada antrean yang berarti di simpang-simpang yang biasanya terjadi kepadatan khususnya pada 25 ruas jalan yang diterapkan ganjil genap," ucap Syafrin.
Ia menegaskan kembali, penerapan ganjil genap bukan berarti bertujuan untuk menarik warga ke angkutan umum. "Karena kami sedang melakukan kalkulasi, seyogyanya jika di sisi hulu dijalankan dengan baik 50% work from home, 50% yang bekerja (di kantor) dibagi minimal 2 shift, maka tidak terjadi penumpukan di angkutan umum, dan di kendaraan pribadi traffic-nya relatif lancar," sebutnya.
"Dengan ganjil genap ini, ini juga menjadi peringatan kepada warga Jakarta khususnyya dan warga Jabodetabek pada umumnya, bahwa kita saat ini belum selesai dengan pandemi COVID-19, masih berada di tengah-tengah pandemi COVID-19, walaupun namanya pelaksaanaan PSBB masa transisi. Kami berharap ada kesadaran warga bahwa begitu mendapatkan jadwal work from home maka disiplin berada di rumah, tidak kemudian berjanji dengan teman-teman yang sama-sama mendapat jadwal work from home untuk bertemu di suatu tempat dan menimbulkan kerumunan," ujarnya.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah