Ganjil-Genap Dinilai Bikin Sulit Terapkan Jaga Jarak di Angkutan Umum

Ganjil-Genap Dinilai Bikin Sulit Terapkan Jaga Jarak di Angkutan Umum

Tim detikcom - detikOto
Senin, 03 Agu 2020 19:18 WIB
PelayananΒ bus TransJakartaΒ reguler di Terminal Pinang Ranti, Jakarta Timur, Selasa (17/3/2020), kembali normal. Setelah sebelumnya sempat terjadi penumpukan penumpang karena pengurangan jam layanan akibat Pandemi Corona.
Ilustrasi naik angkutan umum di tengah pandemi Corona Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Pemprov DKI Jakarta resmi memberlakukan ganjil-genap di sejumlah ruas jalan Ibu Kota, Senin (3/8/2020). Di sisi lain timbul kekhawatiran dan potensi penyebaran COVID-19 di transportasi umum.

Menurut Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno pembatasan kapasitas penumpang di angkutan umum tak boleh lengah, kepadatan transportasi umum akan terjadi jika layanan tidak ditambah.

"Transportasi pada masa pandemi kapasitas penumpang harus dikurangi agar dapat menegakkan physical distancing (jaga jarak)."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika demand tidak berkurang dengan pola yang sama seperti sebelum pandemi transportasi tidak akan mencukupi. Penegakan physical distancing juga sulit dipenuhi sesampainya di tempat kerja," terang Djoko.

Menurut Djoko penerapan kebijakan ganjil-genap yang kembali berlaku dinilai dilematis. Di satu sisi masyarakat Jabodetabek memilih kendaraan pribadi dan menghindari angkutan umum yang berimbas jalanan macet. Sedangkan jika naik angkutan umum muncul kekhawatiran terjadi penyebaran.

ADVERTISEMENT

Djoko mengutip keterangan ahli transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Russ Bona Frazilla yang menyatakan, peran transportasi dalam penyebaran Covid-19 adalah memindahkan orang dengan virus (carrier) dari satu tempat ke tempat lain. Stasiun/terminal dan moda merupakan tempat berkumpul banyak orang secara bersama-sama dalam ruang yang sama dalam waktu tertentu. Terjadinya interaksi fisik antara carrier dengan orang lain.

"Stasiun/terminal dan moda yang dipakai oleh orang banyak boleh jadi tidak dibersihkan secara sempurna." kata Djoko.

Jabodetabek sebagai wilayah teraglomerasi kondisi pergerakannya lebih kurang 88 juta pergerakan/hari. Wilayah Jabodetabek dengan penduduk lebih dari 30 juta saling memiliki ketergantungan aktivitas ekonomi antar wilayah di dalamnya. Intensitas pergerakan yang sangat tinggi ini juga dikarenakan Jabodetabek sampai saat masih memiliki porsi lebih dari 20% pergerakan ekonomi nasional.

"Selama masa pandemi ini, kapasitas transportasi umum tidak mungkin mencapai 100 persen. Kapasitas penumpang KRL sendiri selama masa pandemi dibatasi maksimal 35-45 persen untuk memenuhi ketentuan physical distancing, yang
mengakibatkan seringnya terjadi penumpukan penumpang. Satu kereta maksimum diisi 74 penumpang," ujar Djoko.

Lalu apa yang perlu dilakukan? Dia menjelaskan ketakutan untuk menggunakan angkutan umum bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Hanya saja, kota-kota besar di mancanegara sudah memiliki layanan transportasi yang lebih bagus.

"Berupaya meyakinkan warganya tetap menggunakan angkutan umum dengan menyediakan layanan tambahan. Untuk perjalanan jarak pendek dapat menggunakan sepeda dan berjalan kaki. Infrastruktur jaringan sepeda dan jalan kaki dibuat semakin bagus dan nyaman," terangnya.




(riar/lth)

Hide Ads