Jangan Sampai Perusahaan Bus Hilang karena Tak Ada Keringanan Angsuran

Jangan Sampai Perusahaan Bus Hilang karena Tak Ada Keringanan Angsuran

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Rabu, 22 Apr 2020 17:15 WIB
Terminal Pulogebang merupakan terminal terbesar se-Asia Tenggara. Terminal yang beroperasi pada bulan juli masih sangat sepi pengunjung.
Sektor transportasi terpukul kondisi COVID-19 ditambah larangan mudik. Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Sektor transportasi sangat terpukul selama pandemi virus Corona (COVID-19). Ditambah adanya larangan mudik, pukulan telak makin terasa oleh pengusaha angkutan darat.

Yang sudah-sudah, sektor transportasi justru panen selama musim mudik menjelang hari raya Idulfitri. Menurut Ketua Umum DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono, sebelum ada larangan mudik angkutan penumpang saat ini sudah sangat terpuruk. Meski begitu, pihaknya tetap mendukung kebijakan pemerintah soal larangan mudik demi memutus penyebaran virus Corona.

"Mengenai mudik ini, tentunya pada tahun-tahun sebelumnya ini sangat berpengaruh pada perusahaan bus terutama AKAP, rental juga, sewa juga. Tapi di saat ini mayoritas atau sebagian besar perusahaan bus sudah tidak beroperasi sebenarnya," kata Adrianto dalam video conference bersama YLKI, Rabu (22/4/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Adrianto menyebut pihaknya tetap membutuhkan uluran bantuan dari pemerintah. Terutama bantuan untuk perusahaan angkutan darat.

"Perusahaannya sendiri terus terang mungkin tinggal satu atau dua bulan lagi sanggup mempertahankan kendaraannya kalau memang dari kreditur sendiri tidak ada kepastian bagaimana restrukturisasi ini akan diaplikasikan secara menyeluruh," ujar Adrianto.

ADVERTISEMENT

Untuk relaksasi dan restrukturisasi kredit dari OJK hanya berlaku untuk pengusaha yang asetnya di bawah Rp 10 miliar. Sementara perusahaan transportasi banyak yang memiliki aset di atas Rp 10 miliar.

"Karena dengan batasan utama yang Rp 10 miliar tadi mungkin sebagian pengusaha kami yang jumlahnya di atas 10 bus tidak mendapatkan bantuan secara langsung. Nah ini yang kami cukup khawatirkan dan perjuangkan juga, kami juga mendata. Jangan sampai nanti setelah Juli ini udah nggak ada lagi perusahaan bus karena restrukturisasi tidak dapat berjalan," sebutnya.

Senada, Pengamat transportasi yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang memberikan debitur untuk keringanan membayar angsuran perlu direvisi.

"Jangan dibatasi nilai hingga Rp 10 miliar, dihilangkan saja batasan itu, supaya pengusaha angkutan umum mendapat insentif penundaan pembayaran pinjaman. Juga penundaan membayar pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya.

Selain itu, Adrianto mengatakan perusahaan transportasi darat juga membutuhkan insentif atau stimulus. Misalnya berupa keringanan perpanjang STNK.

"Namun sebagai perusahaan transportasi, aset kami justru sebagian besar ada di kendaraan, nah ini menyulitkan. karena kendaraan itu kan kita tidak pakai untuk keperluan pribadi jadi sebagai usaha yang terdampak tapi juga sebagai perusahaan yang diminta untuk tidak beroperasi tentunya kami berharap biaya-biaya retribusi daerah dan pusat kami minta diberikan insentif tahun ini," katanya.




(rgr/din)

Hide Ads