Menurut survei RISED (Research Institute of Socio-Economic Development) saat ini tarif ojek online berkisar Rp 2.200/km. Dan menurut kabar yang beredar, pemerintah mengusulkan kenaikan tarif ojol menjadi Rp 3.100/km.
Hasil penelitian RISED yang mengambil jajak pendapat 2.001 responden dari 10 provinsi, menyebut 74 persen konsumen menolak rencana kenaikan tarif ojol. Sebab, hal itu akan membuat pengeluaran harian membengkak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fithra, harusnya konsumen jangan diberi beban untuk menjamin kesejahteraan driver ojol. Dan sebenarnya yang lebih tepat dituntut menyejahterakan, adalah provider ojek online itu sendiri.
"Konsumen ojek online sudah tertekan. Seharusnya yang ditekan providernya. Providernya sudah jadi unicorn. Sudah jadi konglomerat. Konsep mitra pengemudi itu mereka berpartner. Seharusnya ruang negosiasinya bisa lebih terbuka," kata Fithra di Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam mata rantai bisnis ini, Fithra berkata jika konsumen juga punya andil besar sebagai faktor kunci yang menggerakkan kelangsungan usaha transportasi online dan sumber utama pendapatan mitra.
Oleh sebab itu, menurut Fithra pemerintah tidak boleh gegabah dalam menetapkan regulasi bisnis ojol. Karena jika peminat ojol berkurang, tidak hanya menggerus manfaat yang diterima masyarakat dari sektor ini, tapi juga berdapak pada turunnya penghasilan mitra ojol.
"Risiko regulasi yang terlalu membatasi dan tarif yang tinggi akan mengakibatkan konsumen beralih, pendapatan pengemudi hilang, dan akhirnya jadi beban pemerintah juga," pungkas Fithra.
Simak juga video 'Begini Jadinya Kalau Ojol Berlagak jadi Pramugari':
(lua/dry)
Komentar Terbanyak
Mobil Esemka Digugat, PT SMK Tolak Pabrik Diperiksa
Syarat Perpanjang SIM 2025, Wajib Sertakan Ini Sekarang
7 Mobil-motor Wapres Gibran yang Lapor Punya Harta Rp 25 Miliar