"Saya khawatirnya ini adalah tahun-tahun politik. Jangan sampai untuk mendapatkan suara para driver (ojol) ini, maka dia (pemerintah) akan menaikkan (tarif)," ujar
Mantan Ketua YLKI dan Komisioner Komnas HAM, Zumrotin K Susilo, di Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019).
Jumlah driver ojol di Indonesia memang cukup banyak. Hitungan kasarnya berkisar 2 jutaan. Tapi menurut Zumrotin, pihak pemerintah juga harus tahu akan ada banyak konsumen ojol yang dikecewakan jika tarif ojek online naik signifikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, dalam publikasi survei konsumen ojek online yang dirilis RISED (Research Institute of Socio-Economic Development), menyebutkan jika 74 persen dari 2.001 konsumen ojol berpotensi menolak kenaikan tarif ojek online.
Lebih spesifik lagi, konsumen yang tidak ingin ada kenaikan harga adalah sekitar 22,9 persen. Dan yang menoleransi kenaikan di bawah Rp 5.000 per hari, sekitar 48,13 persen.
Dari hasil survei RISED, menyimpulkan bahwa jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km/hari. Dengan jarak tempuh sejauh itu, jika ada kenaikan tarif dari Rp 2.200 km (asumsi tarif tertinggi saat ini) menjadi Rp 3.100/km (naik Rp 900/km), maka pengeluaran konsumen bertambah jadi Rp 7.920/hari.
"Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali, dan yang hanya ingin keluar biaya tambahan kurang dari Rp 5.000/hari. Total persentasenya mencapai 71,12 persen," kata Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara.
Jika kenaikan tarif ojek online benar terealisasi, maka dikhawatirkan konsumen kembali lari ke kendaraan pribadi.
Simak juga video 'Begini Jadinya Kalau Ojol Berlagak jadi Pramugari':
(lua/ddn)
Komentar Terbanyak
Mobil Esemka Digugat, PT SMK Tolak Pabrik Diperiksa
Syarat Perpanjang SIM 2025, Wajib Sertakan Ini Sekarang
7 Mobil-motor Wapres Gibran yang Lapor Punya Harta Rp 25 Miliar